"Infrastruktur berfungsi sebagai roda kegiatan ekonomi. Usaha dan kerja keras beberapa tahun belakangan masih belum terbayarkan. Meski ada perkembangan terkait kualitas infrastruktur kami, kami mengakui bahwa ini masih jauh dari kata ideal," ungkapnya.
Jika melihat data dari Forum Ekonomi Dunia (FED) di Global Competitiveness Report 2015-2016, prestasi infrastuktur Indonesia secara keseluruhan hanya bernilai 3.8 dari 7.0. Sekaligus menempati urutan 37 dari 140 negara yang disurvei.
Lebih detail lagi, Indonesia meraih ranking ke-80 pada infrastruktur jalan, urutan 43 pada infrastruktur kereta api, urutan 82 pada infrastruktur pelabuhan, dan urutan 66 pada infrastruktur transportasi udara. Peringkat yang diperoleh Indonesia ini sebagian besar tidak berubah dari tahun sebelumnya.
Menurut Bambang, pemicu utama hal tersebut adalah tidak memadainya sistem logistik dan infrastruktur di Indonesia. Perbedaan efisiensi sistem pengiriman barang di wilayah Barat dan Timur Indonesia masih terlihat signifikan.
Faktor kedua, masih banyak kapal-kapal tua yang beroperasi. Sehingga berdampak pada ketidaknyaman dan tidak efisien untuk dioperasikan. "Kapal-kapal tua akan mempengaruhi tingginya biaya operasional dan pemeliharaan. Situasi ini menjadi lebih buruk semenjak infrastruktur jalan yang menghubungkan pelabuhan belum diintegrasi dan tidak menunjukkan performa yang baik," tutur pria 61 tahun tersebut.
Selain itu, kapasitas jalan yang tidak memadaiakan menyebabkan kemacetan lalu lintas dan meningkatnya biaya operasional kendaraan. "Saat ini, pemerintah Indonesia memberikan perhatian lebih dan selalu peduli terhadap pengembangan pulau-pulau di bagian timur Indonesia," terang pria berkacamata tersebut. Hal ini dapat dilihat dari Keputusan Presiden tentang perencanaan tata ruang untuk Maluku dan Papua.
"Kami sadar akan kepentingan dari pengembangan infrastruktur penghubung antar wilayah di Indonesia bagian Timur," ujarnya. Selain itu, bahan dari sumber daya lokal harus d dioptimalkan sebagai bahan alternatif untuk mendukung pengembangan infrastruktur jalan di daerah terpencil. Hal ini dapat mengurangi biaya konstruksi, khususnya biaya transportasi dan dapat menghasilkan pengembangan ekonomi lokal.
Tak hanya itu, biaya logistik di Indonesia nyatanya masih tetap yang paling tinggi dibandingkan negara-negara lain di dunia. Yakni mendekati 26,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Dan angka ini lebih tinggi dibandingkan negara lain seperti Malaysia (15 persen), Korea Selatan (16,3 persen), Jepang (10,6 persen) dan Amerika (9,9 persen). Bahkan, rata-rata biaya logistik negara-negara di Eropa hanya berkisar 8 sampai 11 persen. (mbi/guh)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
Kampus ITS, ITS News — Guna meneguhkan komitmen sebagai World Class University (WCU), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menyiapkan