ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
05 Juli 2016, 16:07

Rektor ITS : Perjuangan Belum Selesai

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Pasca dinyatakan lolos technical inspection, Tim SA diperbolehkan mengikuti race awal dan berhasil melakukan run dua kali. Dengan hasil pertama menembus 179 km per liter dan membaik pada hasil kedua yaitu 183 km per liter. Status keduanya pun dinyatakan sebagai valid race.

"Alhamdulillah walau dengan segala keterbatasan yang ada, kontruksi mobil dan tim berhasil mendekati angka untuk mengikuti lomba. Berdasarkan peraturan, capaiannya harus 90 persen dari catatan sebelumnya 249,8 km per liter," jelas Prof Ir Joni Hermana MSc ES PhD.

Tim kembali bekerja memperbaiki. Tak heran, mereka nyaris hanya tahu kalau London itu hanyalah hotel tempat mereka menginap dan Olympic Park belaka, tidak lebih. Tidak ada Big Ben yang sudah lama jadi trademark kota London, Kincir Millenium, atau atraksi kota yang relatif baru.

"Mimpi mereka hanya satu, dapat turut berlomba Minggu esok harinya. Tim sangat optimis karena saat race awal ini, capaian Sapuangin adalah yang terbaik dalam kelasnya dibandingkan kompetitor dari negara lain," ungkap Joni. 

Sayangnya, Sabtu sore, tim SA mendapat berita duka. Mobil dinyatakan tidak qualified untuk ikut babak lomba DWC. Pihak panitia mengkhawatirkan integritas SA akan mengalami breakdown sehingga membahayakan pengendara lain.

"Wah, lemas sudah seluruh anggota tim. Alasan yang digunakan sama persis pasca kebakaran lalu. Di luar perkiraan ternyata tim SA benar-benar mampu membangun kembali mobil baru dengan blok mesin yang sama," tutur Joni yang menyayangkan keputusan panitia.

Pada perlombaan sebelumnya juga sama, mereka nyaris tidak jadi Juara Asia Pasific di Manila. Norman Koch, Direktur SEM Eropa, adalah orang yang sama mempermasalahkan tim SA. Saat itu, tim dituduh menggunakan ban ilegal sehingga capaian SA yang mendekati 300 km per liter dinyatakan tidak sah. Mereka lalu melakukan banding sehingga diperbolehkan mengulang lomba, dengan syarat harus mengganti keempat ban dengan yang baru.

Tim berusaha mencari ban pengganti, karena mereka hanya mempunyai dua ban cadangan, yaitu ban bekas Solar Car ITS yang diikutkan dalam lomba di Australia bulan sebelumnya. Beruntung Tim ITB yang sudah gugur saat itu bersedia meminjamkan dua bannya sehingga genaplah keempat ban diganti.

"Terus terang, Tim SA hampir saja jatuh mental karena provokasi ini sebab tidak ada aturan tertulis tentang masalah ban ini sebelumnya. Akhirnya seperti yang sudah diketahui, jadilah SA ITS meraih Juara Asia Pasific untuk Kelas Urban Diesel," katanya dengan bangga.

Joni menegaskan, hal yang patut dicatat adalah capaian rata-rata para juara benua yang tampil di DWC 2016 ini, ternyata semua masih dibawah SA. Misalnya dari Juara SEM Eropa yaitu 249,2 km per liter, sedangkan juara Amerika rata-rata hanya 225 km per liter. Sementara itu, Tim ITS sendiri rata-ratanya mampu mencapai 249,8 km per liter.

Awalnya, tim diperbolehkan ikut inspeksi teknikal dan dinyatakan lolos kemudian mengikuti kualifikasi untuk menentukan lolos atau tidaknya pada perlombaan DWC. "Namun belum lagi dicoba setelah hasil run kedua yang membaik, langsung keluar vonis bahwa ITS dilarang ikut serta. Bukan berprasangka, namun logika untuk menghentikan kiprah SA sangat aneh dalam lomba SEM DWC 2016 ini," tuturnya.

Joni menambahkan, yang tidak mereka perhitungkan kemudian adalah kenyataan bahwa dari lima tim yang mewakili Asia yaitu tiga dari Indonesia, yaitu ITS, UI dan UPI, serta masing-masing satu Tim dari Philiphine dan Singapura untuk kelas yang berbeda. Hanya Singapura saja satu-satunya tim yang dinyatakan lolos lomba. "Tim UI dan Filipina tidak punya valid race, jadi otomatis tidak dapat ijin lomba, sementara ITS dilarang," tambahnya.

Joni melanjutkan karena itu, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang sebenarnya tidak masuk kriteria 90%, akhirnya diijinkan ikut lomba. Mereka tidak menganggap UPI sebagai ancaman. Perhitungan mereka ternyata kembali meleset, UPI ternyata mampu menjungkirbalikkan perkiraan banyak orang dengan menjadi Juara Dunia di Kelas Urban Listrik.

Pria lulusan University of Newcastle ini mengungkapkan bahwa ia mengikutkan mahasiswa ITS dalam berbagai ajang lomba di berbagai belahan dunia bukan sekedar mencari gelar juara belaka. Yang lebih penting adalah proses pembelajaran yang merupakan bagian dari proses penddikan. "Tahun ini saja ITS telah mengirim tim ke berbagai negara untuk berkompetisi, selain di Inggris, juga di Belanda, Australia, Jepang dan USA," ujarnya. 

Hal tersebut yang menjadikan alasan Joni ketika terjadi sesuatu yang di luar logika, maka wajib sifatnya untuk pihak ITS turun tangan menyelidikinya. "Karena itu, saya selaku Rektor telah melayangkan surat kepada Panitia SEM meminta penjelasan tentang alasan mengapa mereka memberhentikan Tim SA di tengah jalan, dengan mengabaikan hasil lolos uji dari Tim Inspeksi mereka sendiri," katanya. 

Tindakan tersebut semata-mata demi akuntabilitas ITS kepada publik, di samping biaya ke Inggris yang sepenuhnya ditanggung Shell sebagai bentuk dari penghargaan atas keberhasilan Tim menjadi Juara Asia-Pasific. Namun, tetaplah ada sumbangan dan dukungan material lain yang juga diberikan oleh perorangan maupun lembaga. "Mudah-mudahan panitia mau secara formal menjelaskan alasan yang diminta. Semoga," ujar Joni penuh harap.

Di akhir ia menambahkan bahwa bagi Tim SA ITS, perjuangan belum selesai. Ada hal yang jauh lebih penting, yaitu berjuang menegakkan yang benar adalah benar, dan demikian pula sebaliknya. Tentang apapun hasil lombanya, itu tidak masalah, karena proses pencapaian sesuatulah yang akan  menjadi kredit bagi pembentukan generasi unggul di masa yang akan datang.

"Kita semua perlu yakin bahwa kita mempunyai ahli waris yang benar-benar mampu untuk tegak mandiri, membawa dan mengawal Indonesia tercinta ke depan. VIVAT!," pungkas Guru Besar Jurusan Teknik Lingkungan ITS ini. (ifa/pus)

Berita Terkait