Berkurangnya minat anak terhadap mainan tradisional, mengusik Fildzah Zata Syauqina Izzati, mahasiswi Desain Produk Industri ITS, untuk menghidupkannya kembali. Berbekal keilmuannya, Fildzah dan enam rekannya menciptakan sebuah permainan tradisional teranyar. 

 
Adalah Maximaze, mainan edukatif berbahan dasar kayu dan berkonsep three in one. "Berkonsep demikian  karena ada tiga jenis permainan sekaligus di dalam satu produk, maze, puzzle dan congklak" bebernya.

Dari ketiga permainan, maze adalah permainan andalan yang disajikan oleh Maximaze. Tak seperti pada umumnya, permainan ini dapat diubah sesuai keinginan dengan memindahkan tembok-tembok labirin yang ada. 

Hal ini membuat anak-anak tidak cepat bosan setiap kali memainkannya. "Dilengkapi pula dengan berbagai rintangan seperti pasir hisap atau kilatan petir untuk membuat permainan semakin menarik," jelas mahasiswi asal Jember ini.

Tak hanya melestarikan permainan tradisional, Maximaze juga mengenalkan berbagai cerita rakyat kepada anak. Ada tiga seri tema, Timun Mas, Sura Baya, dan Si Kancil. "Kami juga memberikan bonus buku cerita yang sesuai dengan tema sebagai bacaan" ungkap Fildzah.

Berukuran 29×40 dengan ketebalan sepuluh sentimeter, Maximaze tampil cantik dengan bahan dasar kayu jenis Jatilondo. Digarap langsung oleh mahasiswa, pembuatan Maximaze hanya membutuhkan waktu dua sampai tiga hari saja. "Kami kerjakan langsung di laboratorium Protomodel Jurusan Desain Produk Insudtri," ucap mahasiswi kelahiran Januari 1996 ini.

Hadirnya Maximaze, tambahnya, seakan menjawab rasa dahaga akan hadirnya permainan tradisional di tengah pesatnya perkembangan mainan berbasis teknologi. Dirinya menjelaskan Maximaze cocok digunakan sebagai alat peraga edukatif anak untuk berhitung, berkerjasama dan berinteraksi baik dengan temannya maupun dengan lingkungan.

"Mudah-mudahan Maximaze dapat mengurangi fenomena ketagihan gadget dan sifat anti sosial anak yang marak saat ini," pungkas Fildzah. (arn/hil)