Dari Asia sendiri ada lima tim yang akan bertanding dalam Shell Eco-Marathon DWC. Tiga di antaranya berasal dari Indonesia, yaitu Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.
Lintasan yang digunakan dalam SEM Eropa nanti lebih panjang dari SEM Asia. Satu putaran lintasan berjarak hampir 2.25 meter. Selain itu lintasannya juga memiliki tanjakan dan turunan dengan ketinggian antara tiga hingga 12 meter.
Meski kondisi sirkuit di medan kompetisi sudah diketahui, Rizkiardi Wilis Prakoso selaku manager Tim ITS Team 2 mengaku masih merasa kesulitan. Pasalnya, bukan perkara mudah untuk mencari tempat atau lokasi yang serupa dengan sirkuit tersebut.
Kendati demikian, ITS Team 2 tetap mengatur strategi dalam kompetisi ini. "Pengemudi kita yang mempelajari sirkuitnya. Kita akan membuat pendekatan-pendekatan, mungkin dari segi waktu," tutur Rizki.
Persiapan mobil untuk SEM DWC nanti menitikberatkan pada beberapa poin, antara lain pengereman, perbandingan gigi tranmisi, serta pengaturan mesin.
"Kami akan meningkatkan sistem pengereman, yaitu dari yang mulanya menggunakan sistem pengereman statis menjadi dinamis," ungkap Rizki. Perubahan ini terjadi karena salah satu prasyarat yang ada dalam kualifikasi DWC.
Syaratnya sendiri adalah mobil harus dapat melaju dengan kecepatan 50 km per jam dan direm dengan jarak tempuh terjauh 20 meter. Rizki mengatakan, tantangan terberat adalah pada sistem pengereman ini.
"Apapun tantangannya, kami harus siap. Kami ingin Indonesia bangga dengan hasil pencapaian tim SEM Indonesia di ajang bergengsi tersebut," tandas Rizki. (mbi/hil)