ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
05 Maret 2016, 17:03

Persiapan ITS Jelang Gerhana Matahari Total

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Tak tanggung-tanggung, seminar perdana dari IAC ini mendatangkan Andi Sitti Maryam M Si, Alumni Astronomi ITB sebagai pembicara. "GMT, pada rentang satu abad hanya terjadi beberapa kali saja. Tempatnya pun tertentu," ungkap Maryam menggambarkan.

Bahkan, sambungnya, di Indonesia hanya terjadi sebanyak lima kali tiap seratus tahun. Sedangkan GMT selanjutnya akan singgah pada tahun 2040, sekitar 24 tahun dari sekarang.

Dalam pemaparannya, Maryam menjelaskan bahwa GMT esok hanya nampak sekitar 83 persen saja dari total bila diamati dari Surabaya. Baginya, 83 persen bukanlah angka yang besar.

"Nyatanya GMT yang nampak 99 persen dari total saja tidak lebih gelap dari waktu Subuh, saat orang mulai beraktivitas. Artinya, kemungkinan suasana gelap gulita tidak akan terlalu kita rasakan," jelasnya.

Menurutnya, banyak mitos tidak benar tentang gerhana, salah satunya adalah tentang ditelannya Dewi Ratih oleh Batara Kala. "Masyarakat akan cenderung mencari-cari alasan untuk suatu fenomena yang belum ada penjelasan ilmiahnya," ujar Maryam. Maka dari itu, mahasiswa memiliki peran untuk merubah mindset tersebut.

"GMT sebelumnya adalah pada 1983, saat saya baru berusia empat tahun. Dan sejauh yang saya ketahui, pemikiran masyarakat masih sangat kolot ditambah dengan kekangan informasi oleh orde baru membuat pengamatan akan hal tersebut begitu terbatas," keluh dosen Jurusan Fisika ITS ini.

Seperti yang telah diketahui, menatap GMT dengan mata telanjang sangatlah berbahaya karena beresiko membakar retina. Oleh karenanya, dalam seminar ini IAC juga memperkenalkan kacamata khusus yang dapat digunakan untuk melihat gerhana secara aman.

"Meski begitu, sedari sekarang kita harus sudah menguatkan hati untuk pasrah kalau-kalau pada saat GMT cuaca yang ada kurang bersahabat. Jika itu terjadi, kacamata pun tidak akan berguna," pungkasnya. (qi/pus)

Berita Terkait