Menurut salah satu Dosen Jurusan Biologi ITS Aunurohim SSi DEA, membuang baterai bekas ke tempat sampah adalah hal yang salah. Hal ini karena limbah baterai bekas harus dipisahkan dari sampah lainnya agar bisa didaur ulang sehingga tidak membahayakan kesehatan manusia.
Ia mengatakan, membuang baterai bekas sembarangan sama saja dengan membiarkan bahan beracun berbahaya B3 yang terkandung pada baterai terlepas ke alam sehingga mencemari alam.
"Baterai mengandung senyawa logam berat yang terdiri dari merkuri, mangan, timbal, nikel , lithium ,dan kadmium. Senyawa ini dapat mengkontaminasi air tanah yang dikonsumsi oleh manusia," jelasnya.
Sementara itu, dampak jangka panjang yang akan terjadi adalah merusak organ-organ tertentu manusia. "Organ yang biasa diserang adalah di bagian visceral," tukasnya.
"Masyarakat yang mengonsumsi air tersebut kemungkinan akan mengalami gagal ginjal, kerusakan hati dan gejala-gejala gangguan kesehatan lain akibat logam berat tertentu," terangnya kepada ITS Online saat diwawancarai di Laboratorium Ekologi FMIPA ITS.
Ia mengatakan, merupakan hal yang sangat wajar jika masyarakat membuang baterai bekas ke tempat sampah. Pasalnya, sejauh ini belum pernah diadakan sosialisasi mengenai bagaimana cara membuang baterai bekas yang tepat kepada masyarakat.
"Seharusnya masyarakat menyediakan tempat pembuangan baterai bekas dari wadah kaca atau acrylic di pintu-pintu pusat perbelanjaan," ujarnya.
Sementara itu, salah satu cara untuk mengatasi limbah B3 pada baterai bekas menurut Aunurohim ialah dengan landfill sanitation. Teknik tersebut dilakukan dengan memperhitungkan lebar dan tinggi timbunan sampah. "Landfill sanitation di Indonesia saat ini hanya berada di Jakarta," tegasnya.
"Memang perlu adanya kesadaran dari setiap orang untuk mengumpulkan sampah baterai bekas dan tidak membuang sembarangan agar terlokalisasi dengan baik," ujar Ketua Komisi Pertimbangan Jurusan Biologi FMIPA ITS ini.
Tak hanya itu, Aunurohim juga menyinggung bahaya baterai bekas di lingkungan kampus. Menurutnya, cara yang bisa dilakukan pihak kampus untuk menanggulanginya adalah dengan mengadakan sosialisasi serta melakukan pengumpulan baterai bekas dan meletakknya di tempat terpisah.
"Pihak institusi juga bisa melakukan re-cycling mandiri atau bekerja sama dengan instansi terkait semacam Badan Lingkungan Hidup (BLH) Surabaya dengan melakukan landfill sanitation," ungkapnya.
Aunurohim berharap pihak ITS mampu menyediakan kotak plastik atau acrylic untuk menampung baterai bekas di tempat umum seperti rektorat, perpustakaan dan unit-unit lainnya. "Selanjutnya proses re-cycling bisa dilakukan secara mandiri dengan menggandeng jurusan-jurusan Teknik Kimia, Kimia ataupun Teknik Lingkungan," pungkasnya. (jel/pus)