ITS News

Kamis, 09 Mei 2024
13 Desember 2015, 05:12

Ini Alasan Sampah Tidak Boleh Dibakar

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Pembicara pada obrolan hangat ini adalah Drs H Satrijo Wiweko MT, Direktur Eksekutif Sahabat Lingkungan Surabaya. Dalam pemaparannya, ia menegaskan kepada peserta, sampah tidak boleh dibakar. "Ini karena sampah merupakan faktor penentu perubahan iklim," tukas pria yang akrab disapa Koko ini.

Hal itu ia ungkapkan bukan tanpa alasan. Ia meyakini, pengelolaan sampah yang salah malah justru meningkatkan potensi pemanasan global. "Indonesia ini terkenal sebagai pengekspor asap karena masyarakatnya yang suka bakar sampah," ujar lulusan S2 Jurusan Teknik Lingkungan ITS ini.

Tak hanya itu, Koko juga mengatakan setiap orang membutuhkan setidaknya tiga pohon sebagai sumber oksigennya. Tak heran jika salah satu anggota Tim Penilai Adipura ini tegas menolak adanya pembakaran sampah. "Jumlah pohon yang ditanam harus berbanding lurus dengan tingginya produksi sampah. Jika lahan sempit, bisa dengan vertical planting," jelasnya.

Menurut Koko, kebiasaan buruk membakar sampah terjadi lantaran masyarakat masih bingung ke mana harus membuang sampah yang banyak. Hal ini wajar baginya karena produksi sampah sampah di Surabaya hampir mencapai 8700 meter kubik. "Hal tersebut sama saja dengan 1114 truk sampah per harinya. Bahkan dulu di Bandung sempat ada TPA yang meledak dan menewaskan ratusan pemulung," ungkapnya miris.

Salah satu solusi yang ditawarkan oleh Koko adalah dengan metode bank sampah. Bank sampah memiliki sistem yang sama dengan bank pada umumnya, hanya saja yang ditabung adalah sampah. Sampah yang dimasukkan ke dalam bank sampah harus sudah dipilah sesuai dengan ketentuan pemilahan sampah.

Pemilahan sampah ini dilakukan berdasarkan sifatnya, organik atau anorganik. Usai pemilahan, sampah tersebut pun dijual. Koko yakin hasil penjualan sampah ini dapat digunakan sebagai dana perbaikan lingkungan. "Di Malang, omzet bank sampah mencapai Rp 800 ribu tiap harinya atau Rp 200 juta dalam setahun," papar pria yang kini tinggal di Mojokerto ini.

Di akhir, Koko menegaskan sampah adalah masalah yang tak perlu dipermasalahkan jika dikelola dengan benar. Hanya dengan memilah sampah, pemulung bahkan dapat memperoleh penghasilan mencapai Rp 1,5 juta per bulan. "Sampah adalah PR (pekerjaan rumah, red) yang bisa dijadikan RP (rupiah, red)," pungkas pria yang tengah mengambil studi S3 di Universitas Brawijaya ini. (arn/pus)

Berita Terkait