ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
30 November 2015, 00:11

CIC, Ilmu Wajib dalam Industri Manufaktur

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Salah satu pembicara dalam kuliah tamu kali ini adalah Djoko Santoso ST MM, Chief Executive Officer (CEO) LSS-Indoacademy.com. Di awal pemaparannya Djoko sempat memperlihatkan artikel BMGI 2015, salah satu firma konsultan manajemen internasional. Artikel tersebut berisi tentang sepuluh masalah utama sebuah bisnis yang didapatkan dari beberapa CEO perusahaan besar di dunia.

Menurutnya, sepuluh masalah tersebut adalah alasan mengapa perusahaan ingin merekrut seseorang untuk bekerja. "Sepuluh masalah itu adalah ketidaktentuan, globalisasi, inovasi, regulasi, teknologi, variasi, complexity, information overload, supply chain, dan strategi," terang alumni JTM angkatan 1994 ini. 

Djoko menegaskan, sebuah perusahaan tidak cukup dengan hanya menjadi baik, tapi harus hebat. Untuk itulah, lanjutnya, setiap perusahaan akan membutuhkan CIC. "Pengetahuan CIC akan menjadi poin tambahan bagi para pelamar kerja saat melakukan tes wawancara," paparnya serius. 
Selain itu, pria yang sebelumnya bekerja di PT Philips Indonesia ini juga mengungkapkan alasan perusahaan menerapkan CIC. "Tujuannya adalah untuk menghalangi perusahaan lain untuk masuk ke ranah pasarnya," terangnya. 

Driver CIC sendiri ada lima yaitu PDCA/Kaizen, Lean Methodology, Lean Six Sigma, Project Management, dan Design For Six Sigma. Pada kuliah tamu ini hanya dijelaskan sekelumit mengenai PDCA, Lean Methodology, dan Lean Six Sigma. Bagi Djoko, setiap driver memiliki kegunaan masing-masing.

PDCA berfungsi untuk meningkatkan operasional perusahaan secara terus-menerus. Hal ini dikarenakan siklus PDCA yang selalu memperbaiki operasional perusahaan. Sementara itu, Lean Methodology berfungsi untuk mengeleminasi ‘sampah’ perusahaan manufaktur. Sampah yang dimaksud adalah pemborosan pada Transportation, Inventory, Motion, Waiting, Over-processing, Over-production, dan Defect (TIMWOOD).

Selain itu juga terdapat Lean Six Sigma yang dikhususkan untuk mereduksi variasi kinerja perusahaan. Hal ini terkait dengan efisiensi perusahaan yang mampu memproduksi tanpa adanya resiko. "Lean Six Sigma ini banyak digunakan di perusahaan penerbangan, karena pesawat dituntut untuk memberikan tingkat keselamatan yang tinggi," ucap pria asli Surabaya ini.
Bahkan saat ini seorang direktur perusahaan sudah banyak yang dituntut memiliki sertifikasi Black Belt. Sertifikasi ini adalah pengakuan terhadap individu atas kompetisi dasar yang dimiliki dalam melakukan aktivitas perbaikan. "Ilmu ini harganya mahal karena biayanya mencapai Rp 250 juta," pungkas pria yang pernah difasilitasi pelatihan CIC oleh perusahaan Belanda ini. (yan/pus)

Berita Terkait