Seperti diketahui, penilaian dilakukan terhadap berbagai aspek yang menyangkut kehidupan kampus. Sebut saja seperti kurikulum, fasilitas, kegiatan kemahasiswaan, hingga program-program pengembangan kompetensi mahasiswa lainnya. Tercatat hingga sekarang, terdapat 3300 program studi dari 680 universitas di 24 negara yang telah meraih akreditasi yang berfokus pada bidang sains, komputer dan teknik ini.
Menurut Ketua JTI periode 2011-2015 Prof Ir Budi Santosa MSc PhD, tawaran untuk mengajukan akreditasi ABET diberikan kepada beberapa jurusan di ITS yang dinilai memiliki kinerja terbaik, tak terkecuali JTI. Berkas pengajuan pun resmi dikirim pada November 2014 silam. ”Namun sejak 2013, kami telah melakukan persiapan untuk akreditasi ABET sekaligus AUN,” ujar dosen berprestasi ITS tahun 2012 ini.
Budi menambahkan, akreditasi ini memberikan beragam keuntungan bagi JTI. Diantaranya ialah sebagai awal dari proses perbaikan kualitas proses belajar mengajar dan manajemen jurusan. ”ABET menetapkan standar yang lebih tinggi, ketat, dan detail. Sehingga kami didorong untuk memenuhi seluruh ketentuan mereka,” ungkap Guru Besar ke-102 ITS ini.
Salah satu yang menjadi sorotan ialah cara mengukur keberhasilan proses perkuliahan. Dijelaskan Budi, selama ini ITS menggunakan Indeks Prestasi Dosen (IPD) dan nilai mahasiswa sebagai tolok ukur. Sedangkan ABET melakukan pengukuran berdasarkan ketercapaian masing-masing tujuan pembelajaran (TP). ”Jadi, seluruh jenis evaluasi mahasiswa dinilai per nomor, disesuaikan dengan TP yang dirancang oleh dosen,” jelas pria kelahiran Klaten tersebut.
Di samping itu, dengan memperoleh akreditasi ABET, kemampuan lulusan JTI nantinya akan diakui oleh dunia internasional. Kerjasama dengan institusi internasional pun akan lebih mudah, termasuk dengan sesama peguruan tinggi. ”Ini dapat berupa pengakuan mereka terhadap kredit belajar yang diambil di JTI ITS sehingga mempermudah kami untuk melakukan pertukaran mahasiswa,” tutur Budi.
Visitasi ABET
Setelah mengajukan berkas pendaftaran, proses visitasi kemudian dilakukan oleh tim ABET ke kampus ITS. Tim yang beranggotakan Prof David H Owell, Prof PE Pat Patterson, dan Prof Sunderesh S. Heragu ini menilai seluruh fasilitas perkuliahan, yakni gedung dan laboratorium. Faktor keselamatan kerja dan kelengkapan fasilitas pun menjadi poin utama, termasuk buku dan bahan ajar lain yang digunakan.
Tak hanya itu, mereka juga menemui rektor dan jajaran petinggi ITS, mahasiswa, dosen, karyawan, dewan pembina, alumni, hingga beberapa perusahaan pengguna alumni. Mahasiswa akan ditanya perihal kinerja dosen, sedangkan alumni harus menjelaskan kegunaan ilmu yang diperoleh selama kuliah dalam pekerjaannya. ”Pun pengguna alumni akan diwawancara tentang bagaimana karakteristik dan kualitas kerja lulusan kami di perusahaan mereka,” jelas mantan Pembantu Dekan Fakultas Teknologi Industri ITS ini.
Menurutnya, temuan yang diperoleh tim ABET dalam kunjungan selama tiga hari sejak Minggu (9/11) tersebut kemudian akan melahirkan beberapa rekomendasi. Rekomendasi ini akan keluar pada Januari 2016 nanti. Apabila terdapat standar yang ditetapkan ABET belum terpenuhi, JTI pun akan diberi kesempatan untuk memperbaiki diri lagi. ”Kami diberi waktu enam bulan untuk itu. Sehingga, hasil akhirnya baru akan diperoleh pada Juli 2016. Namun, seandainya lolos, kontrol berkala akan tetap dilakukan untuk memastikan kinerjan kami tidak turun,” pungkas Budi. (ayi/n15/man)