ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
23 Oktober 2015, 17:10

Andre Cung, Bagikan Kiat Jadi Sutradara Film

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Payung Merah adalah judul film yang mengantarkan Andre ke podium tertinggi Hong Khong Film Festival. Film berdurasi sepuluh menit ini terinspirasi dari legenda kontemporer masyarakat Paris tentang arwah gadis berpayung merah yang setiap tahun pulang ke rumahnya menggunakan taksi. "Jangankan mengharapkan penghargaan, mengetahui film saya bisa diputar di Hong Khong saja sudah hal yang luar biasa," kenang Andre.

Andre mengungkapkan, dia hanya punya modal visi dan antusias untuk film perdananya itu. Ia dan kawannya langsung menggarap naskah film ketika mengetahui urban legend asal perancis tersebut. Dengan bekal naskah itulah Andre dengan ambisius melamar Rio Dewantoro dan Atika Hasiholan sebagai pemeran filmnya. "Dan beruntung sekali kedua aktor kawakan itu mau ber-acting di film saya secara cuma-cuma," ujarnya.

Film ini lah yang kemudian mengukuhkan rasa cintanya kepada dunia perfilman. Andre mengungkapkan kesalahan yang sering dilakukan sutradara adalah konsep cerita yang terlalu luas. Baginya, lebih baik membuat konsep yang sempit saja. "Namun eksekusi dari film itu harus semaksimal mungkin," ujarnya.

Hal itu juga yang membuat film pendek perdana Andre sukses. Ia juga sangat memperhatikan detail pada film itu. Film pertama tidak boleh menjadi alasan bagi seorang sutradara untuk tidak mendapatkan hasil maksimal. Begitu pula dengan keterbatasan fasilitas. "Film pertama saya juga dibuat dengan peralatan yang sangat apa adanya," akunya kepada peserta kuliah tamu.

Untuk itulah konsep film harus dipikirkan secara matang oleh sutradara. Ketika uang dan sumber daya manusia tidak ada, konsep film adalah hal yang bisa menolongnya. "Untuk membuat konsep film yang menarik, sajikan hal tersebut melalui naskah film," tuturnya.

Andre melanjutkan, sutradara layaknya seorang pendongeng. Maka dari itu hal pertama yang harus dilakukan untuk mendapatkan cerita yang bagus adalah dengan menjadi sensitif. "Tidak perlu bisa bicara untuk jadi sutradara, anda hanya harus bisa mendengar cerita orang di sekitar anda," jelasnya.

Menurutnya, mendapatkan suatu cerita yang bagus adalah hal yang sangat sulit bagi sutradara. Andre harus banyak berbincang dan membuka lebar matanya dengan kehidupan sekitar. Kadangkala dia juga harus memperbesar rasa empatinya untuk kasus-kasus kontroversial, seperti kehidupan seorang LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender, red).

Andre menambahkan naskah film juga tidak boleh kaku. Jika seiring berjalannya waktu terdapat pengetahuan atau ide tambahan, jangan takut untuk merubah script. "Bagi saya proses pembuatan naskah berjalan sepanjang pembuatan film itu" ungkap pria asal Jakarta ini.

Sutradara umumnya membatasi dirinya dengan opini publik. Bagi Andre hal itu tidak perlu. Seorang sutradara dan penulis naskah harus acuh dengan opini publik tentang cerita yang diambilnya. "Menurut saya setiap film pada akhirnya akan selalu menemukan penontonnya," tegasnya.

Menemukan Penonton Film Sendiri

Meskipun kukuh pada gaya berceritanya, Andre kadangkala perlu melakukan riset tentang target pasar. Setiap film selalu memiliki pasarnya sendiri."Tinggal bagian sutradara yang mencari tahu, penonton seperti apakah yang diinginkan," jelasnya.

Film independen miliknya tentu berbeda dengan film komersil. Meskipun tidak diputar di bioskop, bukan berarti film tersebut tidak bagus. "Itu karena target pasar kita lebih ke festival film, bukan bioskop," ujarnya sambil terkekeh.

Untuk itulah andre mengimbau agar para sineas muda tidak takut berekspresi. Akan selalu ada banyak cerita di sekitar kita yang layak diabadikan dalam kamera. "Maka dari itu jangan pernah takut berkarya," pungkasnya. (gol/ali)

Berita Terkait