Tahun lalu, output dari YES Summit hanya berupa presentasi di depan perwakilan Persatuan Insinyur Indonesia (PII). Sehingga, kesimpulan dari acaranya sendiri kurang dapat disebarluaskan ke pihak yang terlibat. Dikatakan Isbir Farhan, wakil ketua pelaksana, semua ide yang telah masuk dari para peserta akan dikompilasikan ke dalam sebuah buku ide. Nantinya, buku tersebut akan dikirimkan ke universitas asal para peserta YES Summit 2015 dan pemerintah negara yang bersangkutan.

Dengan gagasan yang telah tertuang secara hitam di atas putih tersebut, Isbir menjelaskan pihaknya akan berupaya mengontak stakeholder perwakilan negara peserta untuk mencoba mengimplementasikan ide-idenya. "Idenya sendiri kan bervariasi tergantung permasalahan apa yang dijadikan acuan," ucap mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan 2013 ini.

Seperti halnya yang digagas oleh salah satu peserta Zahra Sahara Arfenti, ia mengemukakan ide tentang pembuatan air conditioner (AC) bus tanpa freon. Jika menilik permasalahan pemanasan global, menurut perempuan asal Kediri ini, perlu adanya batasan atau bahkan penghapusan penggunaan freon. Sebab, freon yang umum digunakan di berbagai mesin pendingin memiliki peran besar dalam pencairan es di kutub utara. "Kenapa bus? Ini juga sebagai upaya dari memassalkan penggunaan transportasi umum di kalangan masyarakat yang bisa memuat banyak orang di dalamnya," papar mahasiswi berprestasi ITS tingkat diploma ini.

Ia menambahkan, kumpulan ide-ide yang sudah digagas di pertemuan kemarin akan lebih bermanfaat jika berhasil menjalin kerja sama dengan pemerintah. Sebab, pemerintah sebagai pemangku kebijakan, imbuhnya, adalah pemegang kunci dari suksesnya implementasi dari buku ide nantinya. "Harapannya, di YES Summit mendatang setiap perwailan negara di ASEAN punya perwakilannya masing-masing, dengan begitu akan lebih banyak ide dan permasalahan yang dapat dipecahkan bersama-sama," ucapnya. (owi/man)