ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
25 Mei 2015, 08:05

Memaknai Hidup Lewat Tulisan Perjalanan

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

”Hidup adalah sebuah buku. Orang yang tidak bisa memaknai perjalanan hidup ibarat membaca pada saat halaman awal saja,” ujar Agustinus mengawali pembicaraan. Menurutnya, setiap hidup seseorang adalah sebuah perjalanan diri masing-masing. Pakem tersebut tak lepas dari teknik menulis sebuah tulisan perjalanan yang mempunyai destinasi.

Ia menjelaskan bahwa jenis penulisan seperti travel writing ini sudah sangat tua. Hal ini terbukti sejak zaman nenek moyang yang melahirkan tulisan mengenai tempat tertentu.  Tulisan perjalanan ini juga dapat memengaruhi sejarah. Misalnya saja tulisan Marcopolo yang menulis tentang Benua Amerika.

Menurutnya, perbedaan tulisan di zaman dulu dan sekarang hanya terletak pada cara penulis menyampaikan perjalanan yang dilalui. Bagi pria yang akrab disapa Agus ini, membuat tulisan perjalanan itu dapat mencakup berbagai aspek, seperti keadaan ekonomi, sosial dan lain-lain. "Menuliskan perjalanan adalah mendengarkan cerita lalu membagikan cerita," ujar pria yang juga menyukai fotografi ini.

Dalam penjelasannya, cara menulis travel writing ini adalah menyajikan fakta yang didapat dari sebuah perjalanan namun dibungkus sebuah cerita. Hingga tulisan yang dibuat termasuk kategori non-fiksi kreatif. Cerita yang disajikan akhirnya dapat membangkitkan imajinasi di benak pembaca. ”Jadi kita menceritakan suatu tempat berdasarkan data yang fakta tetapi dibungkus cerita agar tidak monoton,” jelasnya.

Dalam membuat tulisan perjalanan, komunikasi dengan penduduk lokal sangat diperlukan. Pasalnya, hal tersebut dapat memperbanyak sudut pandang lain yang dapat dibuat menjadi tulisan yang menarik. ”Sehingga tulisan yang dihasilkan pun berbeda dengan tulisan sebelumnya yang mungkin hanya mendeskripsikan tempatnya saja tanpa ada cerita dari penduduk lokal,” imbuhnya.

Tak ayal, untuk dapat menulis buku Selimut Debu, Geris Batas, serta Titik Nol ia harus menguasai bahasa penduduk setempat. Hingga saat ini ia menguasai lebih dari lima bahasa yakni, Inggris, Mandarin, Urdu, Hindi, Rusia, Tajik, dan masih banyak lagi. ”Dalam perjalanan kita harus punya tujuan dan berkomunikasi dengan orang sekitar adalah cara untuk menjadikan perjalanan yang dilakukan lebih mempunyai ruh,” terangnya.

Sebelum bepergian pun harus melakukan riset mengenai tempat tujuan. Data riset dapat diperoleh dari berbagai buku referensi perjalanan untuk mendapatkan pendeskripsian. Namun, tetap harus open mind dan tidak terpaku pada kekurangan suatu tempat.

Terakhir, kontemplasi atau perenungan mengenai hal yang telah dilakukan. Karena perspektif dalam tulisan perjalanan menjadikan tulisan yang dihasilkan berbeda dari lainnya. "Tulisan perjalanan adalah keseimbangan antara narasi, informasi dan kontemplasi," tutupnya. (van/sha)

Berita Terkait