Terdapat tiga narasumber yaitu Ismid Hadad MPA, Dr Jamal Gawi dan Prof Dr Lieke Riadi. Ketiganya merupakan alumni Yayasan Pembangunan Berkelanjutan (YPB). Dalam diskusi ini, mereka menceritakan gerakan yang telah mereka gagas untuk mengembangkan pembangunan berkelanjutan.
Ismid, penggagas awal Development for Sustainability ini dalam paparannya menyampaikan bahwa salah satu konsep yang bisa dilaksanakan untuk menerapkan pembangunan berkelanjutan adalah green economy. Menurutnya, green economy adalah konsep ekonomi yang tidak merusak sumber daya alam, boros energi, melepas emisi karbon dan menumpuk limbah. "Sayangnya selama ini Kementerian Keuangan belum memiliki acuan green economy," ungkapnya miris.
Bagi Ismid, masayarakat Indonesia hingga kini masih memiliki pemikiran yang salah mengenai sumber daya alam. Hal ini karena menurutnya masyarakat Indonesia masih menganggap air dan udara adalah barang gratis. "Jadi tidak salah kalau pencemaran terus terjadi di mana-mana," imbuh pakar pelestarian sumber daya alam ini.
Meski demikian, Ismid mengaku penerapan green economy akan menjadi sulit jika tidak ditunjang oleh dana dan kapasitas lahan yang cukup. Tak hanya itu, ia juga mengungkapkan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi faktor penggerak utama terlaksananya green economy. "Jika konsep ini tidak diterapkan, diperkirakan Indonesia akan menderita kerugian hingga 800 triliun rupiah pada 2033," terang pria kelahiran Pasuruan ini.
Berbeda dengan Ismid, dalam diskusi ini, Jamal lebih menekankan pembangunan berkelanjutan dari segi konservasi. Ia menegaskan pesan konservasi juga harus terus dikembangkan di lingkungan masyarakat dan pemerintah. Sebab, menurutnya selama ini dana untuk konservasi masih didapatkan dari bantuan luar negeri. "Pemerintah seharusnya bisa berperan lebih," ujar Direktur Yayasan Leuser Internasional ini.
Meski demikian, Jamal menegaskan konservasi bukan hanya tentang lingkungan, tapi juga mengenai kondisi pendidikan masyarakat sekitar. Ia sangat menyayangkan kondisi masyarakat di sekitar lokasi konservasi yang ternyata memiliki pengetahuan minim tentang lingkungan. Oleh karena itu, ia dan tim nya pun mengadakan Jambore untuk siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dalam gerakannya tersebut, ia dan timnya menyisipkan pendidikan lingkungan mengenai perubahan iklim kepada para siswa.
Jika Ismid dan Jamal lebih menjelaskan tentang teknis pembangunan berkelanjutan, Lieke pun lebih meninjau dari sisi sosial. Menurutnya, pembangunan berkelanjutan tidak akan lepas dari masyarakat yang berkelanjutan pula. "Masyarakat berkelanjutan adalah mereka yang mampu melakukan perbaikan secara kontinyu," paparnya.
Oleh karena itu, menurutnya peran dunia akademis sangatlah penting. Baginya, pendidikan dan pengajaran akan menciptakan sebuah penelitian yang nantinya mampu diimplementasikan menjadi pengabdian masyarakat. "Inilah fungsi dari ilmu pengetahuan yang sesungguhnya," tegas dosen Universitas Surabaya ini.
Namun, Lieke mengungkapkan hingga saat ini beberapa perguruan tinggi masih belum bisa melaksanakan proses tersebut. Menurutnya, rata-rata perguruan tinggi akan melakukan penelitian dan selesai sampai mendapatkan hak paten saja. "Seharusnya mereka menggunakan kesempatan tersebut untuk memulai bisnis sehingga dampaknya lebih terasa untuk masyarakat," pungkasnya. (pus/fin)