Yacth terpilih sebagai tema desain kapal pada lomba PPBR tahun ini.Yacth sendiri merupakan jenis boat yang biasa digunakan untuk beberapa orang saja. "Biasanya digunakan untuk keperluan pribadi," ujar Muhammad Khusnul Yakin Febrianto, ketua pelaksana PPBR.

Mahasiswa yang akrab dipanggil Didit ini menjelaskan, untuk persyaratan PPBR tidak terlalu rumit. Pertama, setiap tim harus terdiri dari dua orang. Kemudian, mereka wajib membawa prototipe yacth dengan sistem penggerak tenaga uap pada hari yang telah ditentukan oleh panitia. "Jenis mesin yang digunakan serta cara membuat prototipe boat terserah pada peserta, yang penting tenaga uap," ujarnya.

Begitupun dengan bahan bakar yang digunakan. Tidak ada kriteria khusus bahan bakar apa yang harus dipakai peserta. Akan tetapi, untuk dimensi dari prototipe boat tetap ada batasan. "Panjang maksimal kapal adalah 35 cm. Sedangkan untuk diameter pipa cerobong uap diatur tiga per 16," jelas Didit.

Sementara itu, untuk teknis perlombaannya sendiri tak jauh beda dengan kompetisi race boat pada umumnya. Kapal yang tercepat sampai di garis finis akan melaju ke babak selanjutnya. "Seharusnya ada beberapa tahap hingga babak final, tapi karena adanya kendala beberapa tahap ditiadakan," ujar Didit.

Salah satu kendala yang dimaksud ialah angin yang berhembus terlalu kencang pada race hari kedua. Menurut Didit, banyak peserta yang komplain dengan kondisi tersebut karena menghambat kelajuan kapal mereka. Sehingga race hari ketiga yang seharusnya digunakan untuk menggelar laga final dialihkan untuk mengulang pertandingan pada hari kedua. "Setelah laga itu juga kami langsung menentukan pemenangnya. Sehingga tidak ada partai final," tuturnya.

Akhirnya, empat tim terbaik keluar sebagai juara. Secara mengejutkan, juara pertama diraih oleh tim ISCS yang beranggotakan siswa SMA. Sementara pemenang kedua dan keempat diraih oleh tim WSC 3 dan WSC dari PPNS. Kontingen ITS yang diwakili oleh tim Phinisi ++(2) akhirnya harus puas duduk di posisi ketiga. (oti/ali)