ITS News

Kamis, 28 Maret 2024
02 Mei 2015, 09:05

Nasib Guru Di Indonesia

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Pahlawan tanpa tanda jasa, itulah sebutan bagi mereka yang berprofesi sebagai guru di negeri ini. Mungkin karena istilah tanpa tanda jasa itulah kaum guru masih sering diremehkan oleh berbagai kalangan. Mungkin karena guru adalah profesi tanpa lencana mengkilat ataupun seragam gagah layaknya TNI ataupun Polri maka kaum muda pun enggan untuk melirik profesi mulia ini.

Padahal guru ibarat pilar bagi masa depan bangsa, terutama di bidang sumber daya manusia. Kecerdasan bangsa diperoleh melalui pendidikan yang berkualitas dan tokoh yang paling terkait dengan dunia pendidikan adalah guru itu sendiri. Namun sayang, nasib guru di negeri kita masih kalah jauh dengan profesi yang sama di luar negeri, baik dalam sisi finansial maupun apresiasi.

Dalam segi finansial, pendapatan guru di Indonesia masih sangat memprihatinkan dibandingkan dengan negara–negara lain. Dalam lingkup ASEAN saja, Indonesia berada pada urutan nomor dua terbawah, satu tingkat di atas negara Kamboja. Peringkat pertama jumlah gaji terbanyak di negara ASEAN diduduki oleh Singapura. Negara ini menggaji gurunya sebesar 6000 dollar Singapura per bulan atau 11 kali lebih besar dari gaji guru di Indonesia.

Terlepas dari sisi finansial, guru di luar negeri juga merupakan profesi yang sangat dihargai. Hal itu dikarenakan kualitas pengajar di luar negeri juga tidak main–main. Di Finlandia yang merupakan negara dengan kualitas pendidikan terbaik di dunia, ujian masuk sekolah keguruan jauh lebih sulit dibandingkan dengan ujian masuk sekolah kedokteran maupun sekolah hukum. Professor of Education University of Tampere Finlandia Dr. Eero Ropo pernah mengatakan, ”Masyarakat di Finlandia sangat menghargai guru, profesi mengajar ini sangat populer di kalangan anak muda,” sebutnya.

Dikatakan pula bahwa  pada tahun 2012, 15 ribu orang melamar menjadi guru. Namun, hanya lima persen yang diterima. Hal itu menunjukkan bahwa guru merupakan profesi yang sangat prestisius di mata orang Finlandia.

Bagaimana Di Indonesia?

Sebagian besar siswa tidak akan memilih guru menjadi profesi utamanya. Itu karena mereka menganggap guru tidak memberikan kesempatan kepada mereka untuk menjadi pemimpin, memperoleh kekayaan yang banyak, kekuasaan yang cukup, atau pengaruh yang luas.

Rendahnya minat menjadi guru bisa kita lihat dari pendaftaran SNMPTN maupun SBMPTN. Jurusan keguruan tidak pernah bertengger di jajaran jurusan yang memiliki peminat terbesar. Kebanyakan siswa akan lebih memilih jurusan yang dianggap lebih potensial seperti kedokteran, teknik, maupun psikologi.

Padahal, untuk memperbaiki pendidikan Indonesia, dibutuhkan pendidik yang berkualitas. Namun, bagaimana caranya mendapat pendidik yang berkualitas apabila siswa sendiri enggan menjadi guru?

Maka dari itu, negeri ini perlu untuk mengubah profesi guru menjadi profesi yang menjanjikan. Salah satu caranya adalah dengan menaikkan gaji guru. Walaupun secara tidak langsung berpengaruh terhadap kualitas guru, gaji dan mutu pendidikan memang tak terpisahkan. Jika gaji guru ditingkatkan, akan meningkat pula status guru sehingga mampu menarik calon-calon guru yang berkualitas.

Jika peminat untuk profesi guru sudah banyak, maka kini tinggal pemerintah yang secara efektif menyeleksi para peminat itu dan mengambil yang terbaik untuk menjalani profesi guru. Beberapa kebijakan luar negeri tentang guru bisa diadaptasi oleh Indonesia, seperti Finlandia yang tidak mau menerima siswa yang lulus universitas dengan ranking di luar sepuluh besar. Atau juga Singapura yang menerapkan kebijakan satu kali kesempatan menjadi guru. Maksudnya, apabila seorang guru dinyatakan tidak memenuhi kualifikasi mengajar oleh kepala sekolah, maka guru tersebut telah kehilangan kesempatan mengajar di sekolah manapun.

Kita perlu menyadari betapa pentingnya guru bagi pendidikan Indonesia. Jika guru merupakan pilar perkembangan negara kita, maka kita harus mengokohkan pilar tersebut supaya fondasi negara kita tak goyah.  Hanya orang – orang berkualitas terbaik yang boleh menjadi guru, karena di tangan orang yang hebat, maka generasi muda kita pun akan hebat.

Saktia Golda Sakina Dewi

Mahasiswa Jurusan Desain Produk Industri

Angkatan 2013

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Nasib Guru Di Indonesia