"Berdasarkan survei, terdapat 90 persen pegawai yang tidak paham cara pembuatan SKP. Ada pula yang hanya sekadar membuat, tanpa memahami isinya," ungkap Trisno Zuardi, S.H., M.M. Menurut pria yang akrab disapa Trisno ini, hasil survei tersebut terbilang sangat berbahaya. Sebab, pegawai bisa saja keliru memahami SKP dan menimbulkan masalah dalam pelaksanaan kinerja tugasnya. Inilah yang membuat sosialisasi tersebut penting dilakukan.
Kepala Bagian Pengembangan, Disiplin, dan Pensiun Biro Kepegawaian Setjen Kemdikbud ini melanjutkan bahwa penilaian kerja pegawai terdiri atas dua komponen. Pertama ialah penilaian SKP sendiri yang memiliki bobot 60 persen. Sedangkan sisanya merupakan penilaian perilaku kerja. "Maksud perilaku kerja adalah langkah kerja untuk mencapai SKP. Jadi, penilaian kedua parameter ini sebenarnya tidak dapat dipisahkan," tambah Trisno.
Lebih lanjut, terdapat dasar-dasar yang harus diperhatikan dalam penyusunan SKP. Beberapa dasar itu ialah Rencana Kerja Tahunan (RKT) ITS, Organisasi dan Tata Kerja (OTK), dokumen uraian tugas, Standar Operasional Prosedur (SOP), laporan capaian SKP sebelumnya, dokumen Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)/RKA-KL/POK ITS, serta peta jabatan yang telah divalidasi.
Di samping itu, dalam penyusunan SKP juga wajib memperhatikan prinsip-prinsipnya. Prinsip tersebut antara lain memuat kegiatan yang dapat diuraikan dengan jelas dan terukur, sesuai dengan fungsi kerja masing-masing, dapat dicapai, serta memiliki target waktu. "Hal ini akan membantu dalam mengukur tingkat ketercapaian SKP, apakah sudah sesuai dengan kontrak atau tidak," ucap Trisno.
Penyusunan SKP juga harus sesuai prinsip pembagian habis sebuah tugas dari tingkat tinggi ke tingkat terendah. Pembagian tugas tidak harus parsial, namun saling terkait. "Maksudnya, fungsi atasan akan selalu menjadi tugas struktur di bawahnya. Jadi, total ketercapaian SKP seluruh pegawai di ITS juga akan turut mencerminkan kinerja rektor," jelasnya.
Tak hanya itu, Trisno juga menjelaskan bagaimana seharusnya seorang dosen menyusun SKP nya. Untuk dosen yang bukan pimpinan perguruan tinggi, rencana target angka kredit pertahun juga perlu diperhatikan. "Angka kredit akan menentukan apakah dosen tersebut bisa naik pangkat, naik jabatan, maupun keduanya," ujar Trisno. Ia menambahkan, distribusi angka kredit juga penting untuk disimak, karena tiap jabatan memiliki aturan yang berbeda.
Terakhir, Trisno menegaskan pentingnya penilaian perilaku kerja. Sebab, hal ini akan menjadi penilaian kualitatif dari SKP itu sendiri. Lain halnya dengan SKP yang memang dinilai oleh masing-masing pegawai, penilaian perilaku kerja dilakukan oleh atasannya. "Sehingga, penilaian harus dilakukan secara jujur dan objektif, apakah pegawai benar-benar berintegritasi melaksanakan tugasnya atau tidak," pungkas Trisno. (ayi/akh)