Tim Beta yang digawangi oleh Florischa Ayu Tresnatri, Remigius Mulyo Mardito, dan Christeven Hartanto ini awalnya tak menyangka bisa meraih juara pertama di kompetisi keilmuan Teknik Industri (TI) se-Asia Tenggara.
Meskipun sejak berlangsungnya stage pertama hingga kedua babak semifinal, tim yang diketuai oleh Christeven ini selalu menempati posisi pertama. Nyatanya, mereka juga sempat mengalami banyak kesulitan. "Karena kami masih mahasiswa tahun ketiga, banyak pelajaran yang belum pernah kami pelajari sebelumnya," ungkap Remigius sembari menunjukkan hadiah juara pertama senilai 2000 dollar AS.
Tidak hanya itu, tim Christeven pun sempat dihadapkan pada beberapa kendala lainnya. Termasuk saat ia dan timnya dihadapkan pada masalah industri PT. Terminal Teluk Lamong di babak grand final. "Kami sempat kebingungan di detik-detik akhir problem solving session. Masalahnya cukup kompleks, jadi betul-betul harus putar otak untuk menyelesaikannya," tutur Christeven.
Meski begitu, mengingat solusi terbaik di babak final akan direkomendasikan langsung ke PT. Terminal Teluk Lamong, Christeven dan timnya pun langsung tancap gas menyeleseikan konsep idenya. Ia berharap solusi yang sudah diberikan dapat bermanfaat dan bisa diaplikasikan.
Lebih jauh, acara penutupan Inchall 2015 sore itu tak lupa mengumumkan Tim UTM dari Universiti Teknologi Malaysia (UTM) sebagai juara kedua dan diikuti Tim UI Respect dari Universitas Indonesia (UI) sebagai juara ketiga. Mereka lantas berhak mengantongi hadiah masing-masing senilai 1500 dollar AS dan 750 dollar AS.
Senada dengan Tim Beta, Tim UTM yang beranggotakan Foo Shi Hao, Lai Yong Loong, dan Nur Alifah binti Azman ini juga mengaku kaget ketika nama timnya disebut sebagai runner up. Terlebih, ini adalah kali pertama mereka mengikuti lomba keilmuan TI, bahkan setingkat Asia Tenggara. "Kami hanya berusaha melakukan yang terbaik, meskipun kami yakin semua tim melakukan hal yang sama," jelas Foo Shi Hao.
Lai Yong Loong menambahkan, timnya cukup mengalami kesulitan pada stage kedua. Di mana pada stage yang berisi pemecahan masalah industri dengan menggunakan software optimasi ini tidak semua masalah tertera di buku pedoman. "Disini kami lebih banyak menghadapi masalah industri yang nyata dan kompleks," ungkap mahasiswa penggemar anime ini.
Terakhir, para peserta berharap gelaran akbar Himpunan Mahasiswa Teknik Industri (HMTI) ITS ini dapat terus dikembangkan. Tak sedikit pula yang meminta supaya kompetisi ini diperluas jangkauan pesertanya hingga seluruh Negara Asia Tenggara. "Hal ini akan menambah motivasi dan menantang mahasiswa Indonesia untuk berkompetisi di tingkat internasional," ujar Christeven. (ayi/akh)