Sejatinya, gelaran yang juga merupakan rangkaian acara Gebyar Manarul Ilmi (GMAIL) ini diisi oleh dua pembicara kondang. Yaitu Dalu dan Shofwan Al Banna PhD. Keduanya merupakan aktivis yang berhasil menciptakan sebuah perubahan di masyarakat.
Dalu misalnya, ia telah berhasil menjadi pendiri Yayasan Gerakan Melukis Harapan untuk memberdayakan masyarakat di kawasan bekas lokalisasi Dolly. Sementara itu, Shofwan adalah seorang aktivis Universitas Indonesia yang berhasil mengalahkan mahasiswa Harvard University dalam ajang St Gallen Symposium. Kehadiran kedua aktivis ini praktis membuat peserta seminar membludak.
Lebih lanjut, dalam paparannya, Dalu mengaku cukup prihatin dengan krisis identitas yang dialami banyak pemuda Indonesia saat ini. "Mereka tidak tahu dirinya siapa dan untuk apa dilahirkan di Indonesia. Padahal dari situlah mereka akan mampu mengenal identitasnya," ujar Dalu mengawali materi.
Menurutnya, terdapat beberapa fenomena yang menandai krisis identitas yang dialami Indonesia. Fenomena pertama adalah maraknya pergaulan bebas di kalangan remaja. "Wanita yang sering keluar malam, seks bebas, dan perdagangan narkoba seakan menjadi hal biasa. Padahal, rusak sejak remaja berpotensi rusak selamanya," jelas alumni Jurusan Teknik Elektro ITS ini.
Lalu, lanjut Dalu, fenomena kedua adalah banyaknya remaja Indonesia yang salah mengambil teladan. Sebagai contoh, Dalu mengangkat kasus kriminal pornografi yang didalangi oleh vokalis Noah, Nazril Ilham. "Saya tidak habis pikir, bagaimana seorang penjahat justru disambut oleh banyak orang ketika keluar dari penjara," ungkapnya.
Pemaparan Dalu ini pun mendapat komentar positif dari Shofwan. Menurutnya, saat ini tingkat kriminalitas di kalangan remaja kian meningkat karena difasilitasi oleh media. "Generasi kalian adalah generasi digital. Tak heran jika pornografi dapat masuk dengan mulus," terang Shofwan kepada peserta.
Meski demikian, Shofwan mengajak peserta untuk melihat sisi baik dan keuntungan era digital. Ia mengungkapkan, salah satu keuntungannya adalah banyak remaja yang menjadi ahli dalam mengolah informasi lewat komunikasi visual. "Selain itu, generasi digital memiliki karakter yang bebas dan menyukai hal-hal baru. Tak heran jika mereka menjadi generasi yang cukup kreatif," jelas Mahasiswa Berprestasi Nasional 2006 ini.
Karena itu, Shofwan selanjutnya menawarkan beberapa solusi yang bisa diterapkan oleh mahasiswa dalam mengatasi degradasi moral anak bangsa. Pertama, jika ingin mengingatkan, jangan banyak bicara dan biarkan mereka menemukan apa yang mereka anggap baik. "Buatlah acara yang berisi aktivitas positif yang menarik," paparnya.
Solusi kedua, akunya, mahasiswa bisa mengadakan pelatihan kepada pengusaha warung internet. "Ajak mereka bekerjasama untuk membuat kompetisi apps developer untuk siswa Sekolah Dasar (SD). Ini agar siswa SD tidak kecanduan game online dan pornografi lagi," terang Shofwan bersemangat.
Di sisi lain, para peserta kegiatan juga mengungkapkan inspirasi yang dibagikan oleh kedua aktivis ini ternyata memberi kepuasan tersendiri, seperti bagi M Wan Aulia Rokhman. Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 10 Surabaya ini mengaku tergugah untuk melakukan perubahan demi perbaikan moral anak bangsa. Bahkan, menurutnya masyarakat juga harus hadir dalam seminar ini. "Ya agar mereka bisa lebih tau kondisi bangsanya seperti apa," ujar Rokhman. (pus/man)