Salah satu prinsip yang dipakai Retna dalam disertasinya yakni being-in-the-world oleh Heidegger (1962). Dimana Tari Bedhaya dipahami sebagai objek. Sedangkan Pendhapa Ageng Sasana Sewaka sebagai dunia tempat tari dipertontonkan. "Saya menangkap adanya interaksi objek dengan dunianya yang menghadirkan kesan sakral terlepas dari saksi sejarahnya," kata Retna. Kehadiran yang dimaksud Retna berupa hadirnya ruang sakral di Pendhapa "hidden place". Yang pada akhirnya, tambahnya, Pendhapa tidak lagi sebatas tiang-tiang yang mencuat tinggi tanpa makna.
Setelah menuntaskan tahap akhir mata rantai pendidikan formal, Retna mengaku akan tetap belajar di bidang spesialisasinya. Baginya, manusia akan terus belajar di sepanjang hayat mereka. "Saya mengambil program doktor bukan sekadar untuk gelar, saya merasa hidup itu harus belajar terus. Sampai kita berhenti bernafas pun kita masih harus belajar," tutup Retno mengakhiri wawancara dengan ITS Online. (owi/ady)
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
Nganjuk, ITS News — Tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil membangun dan mengimplementasikan Kumbung
Kampus ITS, ITS News – Transparansi informasi merupakan hal yang krusial dalam keberlanjutan sebuah institusi. Berangkat dari inisiasi tersebut,