ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
25 Februari 2015, 22:02

Kaitkan Tari dan Arsitektur, Retna Raih Doktor

Oleh : Dadang ITS | | Source : -
Di bawah bimbingan Prof Dr Ir Josef Prijotomo M Arch dan Ir Purwanita Setijanti MSc PhD, Retna berhasil menghubungkan Pendhapa Ageng Sasana Sewaka dengan Tari Bedhaya Ketawang. Dimana tarian tersebut biasa dipentaskan setiap peringatan naik tahta Raja Keraton Surakarta. Menurut Retna, produk arsitektur berupa bangunan dan tari dapat saling melengkapi sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahan dari filosofi budaya Jawa.
Bermula dari tidak diperbolehkannya tarian tersebut  untuk dipentaskan di tempat lain selain Pendhapa Ageng Sasana Sewaka, Retna kemudian meneliti bahwasanya ada keterkaitan user (penari) dengan bangunannya. Perempuan yang hobi menari ini mengatakan, bangunan tidak dapat hanya dilihat dari kasat mata saja. Utamanya terdapat intensitas ruang yang sakral di suatu bangunan, dalam hal ini di Pendhapa Ageng Sasana Sewaka. "Sakral tidak semata mati atau bersikap statis, tapi ada pergerakan di sananya," ucap Retna.

Salah satu prinsip yang dipakai Retna dalam disertasinya yakni being-in-the-world oleh Heidegger (1962). Dimana Tari Bedhaya dipahami sebagai objek. Sedangkan Pendhapa Ageng Sasana Sewaka sebagai dunia tempat tari dipertontonkan. "Saya menangkap adanya interaksi objek dengan dunianya yang menghadirkan kesan sakral terlepas dari saksi sejarahnya," kata Retna. Kehadiran yang dimaksud Retna berupa hadirnya ruang sakral di Pendhapa "hidden place". Yang pada akhirnya, tambahnya, Pendhapa tidak lagi sebatas tiang-tiang yang mencuat tinggi tanpa makna.

Secara umum ruang sakral hanya sebatas kondisi fisik tanpa ada penjelasan konkret. "Nyatanya, setelah kita berkecimpung kita akan tahu bahwasanya di situ ada ruang sakral. Melalui pergerakan user (penari) dalam membentuk ruang di antara tiang-tiang yang ada di Pendhapa Ageng Sasana Sewaka," jelas perempuan yang merupakan keturunan Jawa ini.

Setelah menuntaskan tahap akhir mata rantai pendidikan formal, Retna mengaku akan tetap belajar di bidang spesialisasinya. Baginya,  manusia akan terus belajar di sepanjang hayat mereka. "Saya mengambil program doktor bukan sekadar untuk gelar, saya merasa hidup itu harus belajar terus. Sampai kita berhenti bernafas pun kita masih harus belajar," tutup Retno mengakhiri wawancara dengan ITS Online. (owi/ady)

Berita Terkait