ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
20 Januari 2015, 10:01

Wantannas Ajak Kerjasama Bidang Industri dan Migas

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Lima perwakilan Wantannas tersebut terdiri dari Brigjen TNI Alva A G Narande SAP SS sebagai ketua tim, Brigjen Pol Drs Ade Sudarna, Kol Arm Afandi Abdulah SH MA, Ir Indriyatmoko MM, dan Sumantri SPd MS sebagai staff khusus. Sedangkan, perwakilan tim ahli ITS yang menyambut mereka adalah Pembantu Rektor Bidang Penelitian, Inovasi dan Kerjasama Prof Dr Darminto, beserta Prof Prabowo, Prof Daniel M Rosyid, Prof Ketut Buda, Prof Heru Setyawan, dan Dr Raja Oloan Saut Gurning ST MSc PhD, Kepala Badan Inovasi dan Bisnis Ventura (BIBV) ITS.

Saut memaparkan bahwa terdapat delapan rumusan penting yang dihasilkan dari diskusi dengan Wantannas. Rumusan yang digodok selama tiga jam tersebut lebih banyak menyoroti tentang kondisi ketahanan energi di Jatim. "Awalnya mereka mendapat rekomendasi dari pihak BP Migas untuk datang ke ITS untuk berdiskusi terkait ketahanan energi di Jatim," jelas Dosen yang akrab disapa Saut ini.

Delapan rumusan penting itu diantaranya yakni kondisi lahan yang dijadikan proses konservasi dan hutan energi itu turut terkendala masalah kepemilikan oleh masyarakat sekitar. Kedua, tentang kondisi otonomi daerah yang mengeluarkan regulasi dan perijinan industri yang menurutnya masih dinilai berbelit-belit. "Alhasil ini berpengaruh pada proses pengembangan geotermal," tuturnya saat ditemui ITS Online di ruangan BIBV Gedung BAAK lantai dua.

Proses pengembangan geotermal itu ternyata masuk dalam rumusan ketiga. Dikatakan Saut, jika selama ini siklus proses pengembangan itu membutuhkan waktu sekitar tujuh tahun dan harus berhubungan dengan pemerintah. Namun, regulasi dari pemerintah terkadang cuman lima tahun. Sehingga dampaknya ketika muncul pemerintahan baru proses kerjasama yang telah terbangun sebelumnya sedikit terhambat dan bahkan dimulai dari nol lagi.

Hasil diskusi keempat yakni mengenai sarana dan prasarana infrastruktur gas yang ada di Jawa Timur. Menurut Saut infrastruktur itu ternyata sangat terbatas jika ditilik dari kurang adanya terminal kilang, loading dan unloading gas. Dampak keterbatasan itu paling terasa dan turut mempersulit proses pendistribusian gasnya.

Sumber gasnya sendiri menjadi hasil diskusi urutan kelima. Sebab, di Provinsi Jawa Timur sejatinya terdapat banyak sekali sumber gas alam yang tersebar. Tetapi sumber-sumber itu hanya bisa digali dan hasilnya kemudian dikirim ke luar negeri. Kemandirian sumber daya manusia (SDM) dan alat dalam proses pembuatannya hingga menjadi energi yang siap pakai turut menjadi masalah dan dirumuskan pada hasil diskusi nomer enam dan tujuh.

Terakhir yakni mengenai masalah budaya masyarakat yang masih kurang mengerti tentang manfaat memakai energi gas. Manfaat itu, dikatakan Saut bisa meliputi harga pembelian gasnya yang lebih murah, bersih dan mudah dalam penggunaannya sehari-hari.

Lebih jauh, kedelapan rangkuman hasil diskusi tersebut akan dikembangkan kembali pada acara seminar dan lokakarya (semiloka) internasional bulan Mei nanti. Semiloka yang membahas energi kekinian itu akan turut mencermati delapan rangkuman awal tadi. "Data penambahan hasil sharing pada semiloka tersebut nantinya akan diserahkan ke Presiden RI sebagai data masukan dalam meredistribusi kembali gas domestik Indonesia," pungkas Saut. (akh/fin)

Berita Terkait