Sejatinya, undang-undang tersebut menyatakan dengan tegas bahwa mineral dan batu bara sebagai sumber daya tak terbarukan sepenuhnya dikuasai oleh negara. Alhasil, pengembangan dan pendayagunaannya pun dilaksanakan oleh pemerintah dan harus memberikan manfaat di bidang ekonomi-sosial yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan Indonesia.
Sungging menjelaskan, riset di bidang pengabdian kepada masyarakat ini telah dilakukan sejak tahun 2011 melalui dana insentif dari Kementerian Riset dan Teknologi RI. Dirinya pun mengaku bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk merancang smelter yang masih berada dalam proses pematenan ini.
Bicara soal kelebihan, Sungging menuturkan Smelter ini memiliki patokan harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan smelter buatan negara Cina. Ia mengatakan hal itu terjadi baik dari segi biaya operasional maupun produksinya.
Selain itu, Smelter ini dikatakannya menggunakan bahan bakar batu bara sedangkan produk pembanding yang sama menggunakan bahan bakar kokas. "Dengan menggunakan batu bara sehingga kita tidak perlu mengimpor lagi dan lebih menghemat biaya. Hal ini karena bahan bakunya banyak terdapat di Indonesia," jelasnya ketika ditemui ITS Online, Senin (24/11).
Selain itu, ia optimis kelebihan lain yang dimiliki smelter ini adalah mengahasilkan ingot atau Nikel Pig Iron (NPI) dengan kadar sampai 20 persen. Sedangkan smelter lainnya hanya mampu menghasilkan NPI dengan kadar 10 persen. "Selain itu, produksi pallet-plan setiap satu unit Smelter pun bisa mencapai 100 ton nikel per hari, berbeda jauh dengan smelter lainnya yang hanya mencapai 10 ton per hari", jelasnya.
Bangun Smelter Di Sultra
Dalam nota kesepahaman yang dibuat, pemprop Sultra dan ITS sepakat bekerja sama dalam empat bidang utama. Yakni bidang energi, pendidikan, industri dan perdagangan, serta pariwisata dan industri kreatif. Keempat bidang itu nantinya akan menjadi proyek utama Pemprop Sultra dalam mengembangkan potensi dan kekayaan alam daerahnya. "Khususnya dalam hal mineral nikel dimana Sultra merupakan wilayah penghasil Nikel terbesar di Indonesia," ungkapnya.
Dalam proses pembuatannya, Sungging mengungkapkan akan mulai melakukannya pada bulan februari atau maret tahun 2015. Dengan lama pengerjaan satu hingga dua bulan untuk setiap smelter, Smelter ini akan memiliki dua unit tungku pembakaran dengan diameter dua meter kali tujuh meter persegi. "Pemerintah Sultra merencanakan ingin membuat 10 smelter, dengan kapasitas 1000 ton nikel per hari," jelasnya ketika ditemui ITS Online, Senin (24/11).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Smelter ini merupakan smelter yang akan diperuntukkan bagi industri skala kecil. Sungging menjelaskan ia yakin alat ini mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru karena bisa meningkatkan taraf perekonomian masyarakat di area penambangan. "Jika dikerjakan serba otomatis tidak dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak," jelasnya. Terlebih lagi, lanjutnya, belakangan banyak terjadi pengurangan karyawan akibat reduksi produksi oleh perusahaan asing yang berujung pada PHK besar-besaran.
Manfaatkan Peluang Pasar
Telah diketahui bahwa nikel merupakan bahan baku pembuatan stainless steel yang banyak digunakan masyarakat. Misalnya saja dalam pembuatan peralatan rumah tangga, kesehatan, manufaktur, dan lain-lain. Pada tahun 2013 pun tak kurang dari 50 juta ton bijih nikel Indonesia diekspor ke Cina.
Tak ayal, bahan tahan korosi ini pun menjadi salah satu komoditi perdagangan Indonesia kepada Cina yang merupakan penyuplai tertinggi stainless steel perusahan-perusahaan di eropa. "Jika Cina tidak boleh dapat memperoleh bahan baku dari Indonesia, dan Indonesia dapat mengolah bijih nikelnya untuk dijadikan stainless steel, Indonesia dapat menjual langsung kepada pihak eropa," ungkapnya.
Hal ini menurutnya akan menambah keuntungan Indonesia di sektor perdagangan. Bahkan, dengan pembangunan satu unit Smelter, ia percaya bahwa tidak harus menunggu waktu tujuh bulan agar dapat mengembalikan modal para pengusaha dan meraih keuntungan.
Tidak hanya bekerjasama dengan pihak pemprop Sultra, Sungging juga bekerjasama dengan Pihak swasta seperti PT Aneka Tambang dan dua kelompok usaha pertambangan alumni ITS. "Rencananya Ir Musyanif, Alumnus ITS ini membuat 30 buah smelter. Dengan fabrikasinya akan dibuat di ITS," ungkapnya. Sebelum melakukan pembangunan fabrikasi baik Sungging maupun Musyanif berencana akan menggelar workhshop intensif guna pembangunan fabrikasi ini.
Tempat fabrikasi sendiri direncanakan akan berada di belakang gedung Robotika ITS. Dengan adanya fabrikasi ini ia menyebutkan akan ada kemudahan dalam pembuatan smelter. ”Apalagi dengan fabrikasi di tempat sendiri (ITS, red) maka akan dapat menghemat biaya produksi pembuatan nikel. Para mahasiswa juga dapat menggunakan laboratorium fabrikasi sebagai media pembelajaran," tutupnya. (ila/man)
Kampus ITS, ITS News – Transparansi informasi merupakan hal yang krusial dalam keberlanjutan sebuah institusi. Berangkat dari inisiasi tersebut,
Surabaya, ITS News – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) memperkuat perannya dalam mendorong pendidikan berkelanjutan melalui audiensi bersama Dinas
Kampus ITS, ITS News — Apresiasi mahasiswa yang aktif berorganisasi, Lembaga Pengelola Dana Abadi (LPDA) Institut Teknologi Sepuluh
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bersama Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) secara resmi