Bayu Heksa Bonas, salah satu pembicara mengatakan, masih banyak permasalahan lingkungan yang belum bisa terselesaikan. Seperti pemanasan global, menipisnya lapisan ozon, hujan asam, berkurangnya keanekargaman hayati, dan permasalahan lainnya. "Bumi terus mengalami peningkatan suhu, ini yang menjadi masalah," tutur pria yang akrab disapa Bonas tersebut.
Mahasiswa Jurusan Teknik Fisika ITS tersebut menambahkan, hal itulah yang melatarbelakangi mengapa perhitungan karbon harus dilakukan. Menurutnya, dengan menghitung karbon, seseorang bisa mengetahui cadangan karbon yang ada di bumi. Selain itu juga untuk mengetahui tindakan apa yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan lingkungan ini. "Sebelum kita mencintai lingkungan, kita harus bisa memahami dan mengerti tentang lingkungan itu," imbuhnya.
Dikatakan Bonas, perhitungan karbon merupakan suatu upaya untuk melakukan perhitungan jumlah karbon yang tersimpan dalam carbon pool sehingga akan diketahui emisi dari karbon tersebut. Carbon pool adalah tempat dimana karbon itu tersimpan. Seperti pada tanaman-tanaman yang ada di permukaan tanah, di bawah tanah, mineral tanah, serasah, dan kayu mati.
Bonas menambahkan, selama dua tahun ini, PLH Siklus telah mengadakan penelitian dan perhitungan karbon yang ada di ITS. Namun, perhitungannya masih sebatas perhitungan karbon yang ada di pohon-pohon. "Dalam menghitung, kita menggunakan metode alometrik," imbuh ketua PLH Siklus periode 2012-2013 tersebut.
Metode alometrik tersebut dilakukan dengan mengukur setiap diameter, tinggi, dan jenis pohon yang sedang diteliti. Setelah itu nanti akan ditemukan dugaan daya serap karbon pada masing-masing pohon. "Kita sudah menghitung seluruh pohon yang ada di ITS," ungkap mahasiswa angkatan 2010 tersebut.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Irena Aldianoveri SP MSi. Pembicara kedua dalam seminar kali itu mengatakan, perhitungan karbon memang sangat penting dilakukan. Dalam hal ini Irena menggunakan interpretasi citra satelit dalam menentukan jumlah karbon. "Ada tiga hal yang menjadi ektor perhitungan. Yaitu pada tanah, energi, dan sampah," imbuh perwakilan Dinas Kehutanan Jawa Timur tersebut.
Perhitungan dengan citra satelit dilakukan dengan memanfaatkan gambaran permukaan bumi yang direkam oleh sensor kamera pada satelit pengindera. "Kalau kita menghitung pohon satu hektar saja mudah, tapi kalau menghitung pohon di hutan Indonesia yang luasnya 188 juta hektar juga tidak akan mungkin," tuturnya. Oleh karena itu, pihaknya menggunakan metode citra satelit dengan didukung software tambahan. (o5/guh/ady)