Kajian ini diawali dengan penjelasan definisi tol laut kepada para peserta. Sebab, tidak semua peserta berasal dari FTK. "Kebanyakan mereka malah mengira tol laut adalah pembangunan jembatan. Padahal, tol laut ini merupakan pengembangan transportasi dan logistik menggunakan kapal," ungkap Faisal Rachman, Ketua Departemen Kajian Strategis (Kastrat) Himpunan Mahasiswa Teknik Sistem Perkapalan (Himasiskal).
Usai penjelasan dari pihak Kastrat Himasiskal, sontak beberapa mahasiswa mulai mengangkat tangan untuk mengajukan argumen mereka mengenai tol laut. Dari beberapa argumen tersebut, ternyata ada yang pro dan ada yang kontra terhadap kebijakan tol laut ini.
Reza Eka contohnya. Ketua Departemen Kastrat Himpunan Mahasiswa Teknik Kelautan (Himatekla) ini mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap tol laut. "Saya tidak setuju mengenai kebijakan ini karena biayanya terlalu mahal. Seharusnya dana 60 triliun yang dianggarkan itu bisa digunakan untuk pembangunan industri di kawasan Indonesia Timur," tegasnya.
Opini Reza ini diperkuat pula dengan pernyataan Bima Erza Zakaria, Ketua Himpunan Mahasiswa Transportasi Laut. Menurut Bima, revitalisasi industri memang harus dilaksanakan terlebih dahulu. "Jika industri sudah berkembang, maka jumlah permintaan barang akan meningkat sehingga bisa mewujudkan kebijakan tol laut yang lebih baik," tambahnya.
Berbeda dengan Reza dan Bima, terdapat beberapa mahasiswa yang justru mendukung kebijakan tol laut ini. Alasan mereka adalah dengan tol laut, maka ketersediaan barang di Indonesia akan merata sehingga tidak akan ada lagi perbedaan harga barang yang cukup signifikan. Selain itu, tidak akan ada lagi istilah transit ke Singapora terlebih dahulu jika ingin mengekspor barang ke Eropa.
Di akhir, berbagai tanggapan dan pendapat dalam kajian ini ternyata belum menemukan titik terang. Masih ada yang pro dan kontra. Oleh karena itu, Faisal berencana ingin membuat kajian lanjutan dengan mengundang dosen. "Tujuannya untuk membantu mencerahkan pikiran mahasiswa sesuai dengan pandangan dosen. Karena Dosen pasti memiliki pengalaman yang lebih banyak," ujarnya.
Ia juga berharap, kajian ini bisa menjadi stimulus kepada para mahasiswa ITS untuk peduli dengan isu – isu maritim. "Sudah sepatutnya isu tentang kemaritiman terus dikawal. Karena isu ini juga sangat sesuai dengan visi ITS sebagai kampus maritim tertua di Indonesia," tegasnya. (pus/fin)