ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
21 September 2014, 23:09

Tamatkan Studi, Mahasantri PBSB ITS Siap Mengabdi

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Keempat puluh tiga mahasiswa afirmasi Kemenag RI yang bekerjasama dengan ITS itu merupakan santri penerima Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB). Para mahasiswa yang biasa disebut mahasantri (mahasiswa dan santri, red) itu bukan serta merta terlepas dari kewajiban pascalulus. Pasalnya, mereka harus memenuhi janjinya untuk mengabdi kembali di lingkungan pesantren.

Janji itu tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) antara peserta program dan Kemenag sebelum mahasiswa tersebut memasuki perkuliahan di ITS. Realisasinya, ijazah yang lazimnya diberikan kepada mahasiswa saat prosesi wisuda, tidak demikian bagi mahasantri penerima beasiswa PBSB.

”Ijazah mereka ditahan sampai memenuhi kewajiban mengabdi di pesantren, minimal tiga tahun,” ujar Dr Agus Zainal Arifin, Skom Mkom, Pembina Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs (CSS MoRA) ITS, organisasi penerima beasiswa PBSB. Hal ini wajar, karena pada dasarnya PBSB bersifat mengikat, sebagai wujud timbal balik antara mahasantri dan pesantren.

Meski demikan, Kemenag tidak membatasi mahasantri yang berniat melanjutkan studi magister. Oleh karena itu, mahasantri yang bersangkutan dapat mengajukan izin tertulis kepada Kemenag. Sehingga  terjalin kesepakatan antara Kemenag dan pesantren tempat mengabdi. ”Pada prinsipnya saya menginginkan mereka tidak berhenti di sarjana, bahkan saya akan membantu menyediakan link untuk lanjut studi bagi mereka,” tambah Agus, yang juga Dekan Fakultas Teknologi Informasi (FTIf).

Pun demikian, Agus menilai tak ada masalah apabila mahasantri melakukan pengabdian terlebih dahulu, baru melanjutkan studi magister. Menurutnya, hal itu justru semakin menambah pengalaman lulusan terhadap segala problem riil di masyarakat. ”Dari situ lah kemudian lulusan tahu lebih dalam apa yang menjadi fokus yang ia minati,” urainya saat ditemui di akhir prosesi wisuda.

Doktor yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Rabiithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) itu mengatakan bahwa mahasantri kini pulang dengan ilmu, pengalaman, dan jaringan. Sehingga ia berharap, ketiga komponen itu dapat dimanfaatkan secara optimal untuk memecahkan permasalahan yang ia temui, minimal di lingkup pesantren. ”Dengan cara itu, mahasantri terbiasa memecahkan masalah dengan fasilitas terbatas di pesantren, sehingga tidak menutup kemungkinan nantinya dapat dilirik oleh perusahaan,” terangnya sambil menganalogikan Indonesia Mengajar yang lulusannya menjadi incaran perusahaan internasional.

Nahariatul Hikmah, mahasantri Jurusan Fisika mengaku lebih memilih melakukan pengabdian terlebih dahulu. Menurutnya, ini menjadi tanggungan pertama yang harus diselesaikan pascalulus. ”Istilahnya bayar hutang dulu,” cetusnya. Ia mengaku merasakan iklim pembelajaran yang lengkap selama studi di ITS. ”Ada ngaji yang dipadukan dengan teknik yang hard banget, sangat mengasyikkan bagi saya,” tandas Hikmah. (mis/ady)

Berita Terkait