Kuantitas guru dan kualitas pengajar yang sangat kurang memadai di pulau Mandangin menjadi latar belakang pelaksanaan pelatihan tersebut. Menurut Muhammad Nur, ketua IFI, karena minimnya fasilitas di pulau Mandangin, banyak guru-guru di sana yang kualitas pengajarannya masih kurang.
Tak hanya itu, sistem pengajaran yang cenderung monoton pun menyebabkan banyak siswa masih kurang semangat dalam belajar. Hal itu dibuktikan pada kegiatan pengajaran sebelumnya yang dilakukan oleh beberapa pengajar muda dari tim IFI di SDN 8 dan SDN 9 pulau Mandangin. ”Ketika pengajaran berlangsung, banyak dari mereka yang kurang memperhatikan. Karena itu kami mengadakan pelatihan guru ini,” jelas Nur.
Pada pelatihan ini, Dwilastomo S Si, pemateri sekaligus alumni ITS Education Care Center (IECC) mencoba melatih guru-guru untuk menggunakan beberapa metode pengajaran kreatif. ”Saya mencoba mengajarkan kreatifitas pengajaran yang pernah saya terapkan ketika saya mengajar di salah satu daerah terpencil di Pulau Rote,” terang pria yang akrab disapa Tomo tersebut.
Menurut Tomo, semangat guru-guru di Pulau Mandangin cukup membuatnya puas. Pasalnya, banyak dari peserta yang berpartisipasi pada sesi tanya jawab. ”Banyak dari mereka yang juga bercerita tentang berbagai masalah pengajaran di Pulau Mandangin. Rata-rata masalah yang mereka ceritakan adalah semangat belajar anak-anak Mandangin yang masih kurang,” ujar alumni Indonesia Mengajar ini.
Manfaat dari pelatihan ini juga langsung dirasakan oleh salah satu guru di pulau Mandangin, Tarwiyatul Lailah. Menurut guru mengajar di pulau Mandangin selama sepuluh tahun ini, banyak guru di sana yang belum pernah mendapat pelatihan meski telah mengajar selama bertahun-tahun. ”Saya harap, kami para guru bisa menerapkan metode-metode pengajaran kreatif dari pelatihan ini. Karena saya ingin, anak-anak Mandangin generasi selanjutnya bisa lebih baik dari generasi saya,” pungkas guru SDN 9 Pulau Mandangin ini. (pus/sha)