ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
28 Mei 2014, 21:05

BEM ITS Bahas Penutupan Dolly

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

M Isa Anshori, salah satu pembicara menyatakan penutupan Dolly merupakan langkah yang benar. Pernyataan itu didasarkan atas hasil risetnya mengenai survei kepercayaan diri dan motivasi berkarya di Dolly. Dalam surveinya, Anshor mendapat data bahwa 100 persen anak-anak yang ia survei menyetujui rencana pemerintah tersebut.

Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata anak–anak itu mengungkapkan berbagai alasan. Salah satunya adalah beban mental yang harus mereka tanggung selama melihat kebobrokan moral warga di sekitar Dolly. "Banyak anak yang harus terpaksa melihat tindakan tidak seronok di sekitar mereka," ujar Anshor.

Pun demikian, dalam riset lain yang dilakukannya terhadap siswa SMP dan SMA di sekitar kawasan lokalisasi, didapat hasil yang lebih mengejutkan. Tak kurang dari 47 persen responden menyetujui hubungan seks pra nikah boleh dilakukan dimana 15 persen lainnya mengaku telah melakukannya. "Fenomena ini tentunya memiliki keterkaitan yang erat dengan tempat tinggal mereka yang berada di kawasan lokalisasi," ungkapnya.

Karena itu, lanjutnya, pihaknya menyetujui adanya rencana penutupan kawasan Dolly. "Kita harus menyelamatkan anak-anak agar tidak terjerumus dalam aktivitas menyimpang di sekitar kawasan Dolly," ujarnya.

Meski begitu, ada beberapa hal yang membuat peserta forum meragukan rencana tersebut. Diantaranya nasib pekerjaan Wanita Tuna Susila (WTS) yang menggantungkan hidupnya di kawasan lokalisasi. Hal itu diungkapkan oleh pembicara kedua yaitu Putu Gedhe Ariastita ST MT. "Prostitusi itu ada sejak manusia dilahirkan, dan akan terus ada hingga manusia musnah," ungkapnya.

Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah Kota (PWK) ITS ini mengungkapkan nasib ekonomi masyarakat Dolly harus dijamin setelah ladang bekerja mereka ditutup. Selama ini, sudah terdapat upaya pemberdayaan elemen penghuni Dolly mulai dari pelatihan ketrampilan hingga cara-cara berbisnis. Namun, ia mengutarakan seringkali program itu salah sasaran karena hanya memberdayakan ibu-ibu rumah tangga di area Dolly, bukan para WTS. Belum lagi dana program pemberdayaan yang sering dikorupsi oleh pejabat birokrasi.

Untuk itu, perlu dilakukan langkah yang tegas agar penutupan Dolly tidak hanya berimbas negatif bagi WTS di Dolly. Caranya adalah dengan mengetahui potensi yang dimiliki oleh WTS yang bermukim dan dilakukan pendampingan secara berkelanjutan setelah itu. "Dan yang tak kalah penting ialah gerakan sosial dari mahasiswa untuk membantu pemberdayaan masyarakat Dolly," pungkasnya. (gol/man)

Berita Terkait