Dua pembicara yang berasal dari latar belakang yang berbeda, yaitu Ustad Rifa’i Rif’an dan Sinta Yudisia dihadirkan dalam seminar ini. Rifa’i, seorang penulis buku jebolan ITS dan Sinta Yudisia, seorang psikolog. Kedua pembicara yang memiliki latar belakang berbeda ini memiliki daya tarik sendiri dalam seminar ini. Bahkan, dengan adanya ilmu-ilmu psikologi yang disampaikan oleh Sinta, setiap pembahasan mengenai aturan agama yang disampaikan oleh Rifa’i menjadi mudah dipahami.
Di awal pembicaraan, Rifa’i menyampaikan kepada peserta mengenai perbedaan cinta dalam pandangan kebanyakan remaja dengan cinta yang berdasarkan prinsip Islam. Menurutnya, cinta yang sebenarnya adalah cinta yang didasarkan dengan cinta terhadap Allah SWT. Namun, Rifa’i mengungkapkan kekecewaannya mengenai kondisi remaja saat ini. ”Saat ini banyak yang mengumbar kalimat, aku mencintai karena Allah. Kalimat ini banyak disalahgunakan oleh para remaja untuk pacaran,” ungkapnya.
Bagi alumni Jurusan Teknik Mesin ini, ciri-ciri mencintai yang sebenarnya adalah melakukan kebaikan terhadap sesamanya, berkata baik atau diam, dan melakukan apa yang diperintahkan Allah serta menjauhi semua yang dilarang-Nya. Dalam penuturannya, Rifa’i juga mengkritik moral kebanyakan remaja saat ini. "Anak muda sangat rentan terhadap emosi. Karenanya, mereka mudah terjerumus untuk melakukan maksiat," tuturnya.
Saat ini, banyak mengkritik para koruptor yang mencuri uang negara, namun di lingkungan mahasiswa sendiri masih banyak yang melakukan kecurangan ketika ujian. Kritik Rifa’i terhadap moral remaja saat ini pun didukung oleh beberapa refleksi cinta yang salah yang diungkapkan oleh Sinta. Dalam refleksinya, Sinta mengungkapkan beberapa penyalahgunaan cinta yang dibawa oleh tokoh terkenal yang kebanyakan masih berusia remaja.
Selain itu, Sinta juga menyampaikan beberapa materi terkait ilmu psikologi yang berhubungan dengan panca indra. Menurutnya, panca indera yang dimiliki oleh seseorang sangat berpengaruh terhadap proses emosional mereka. ”Hal ini dapat kita buktikan pada orang yang sudah pernah berpacaran. Mereka menjadi sangat terikat emosinya karena mereka sudah sering melakukan sentuhan di panca indera,” jelasnya.
Konsep Islami yang dibenarkan oleh konsep ilmiah dalam pandangan psikologi ini sangat menarik perhatian peserta. Hal ini dibenarkan oleh Mega Putri K, selaku panitia Fiction. "Sebagai generasi muda, kita harus tau mengenai konsep cinta yang sebenarnya sebelum melakukan hal-hal yang lebih jauh," ungkapnya. (pus/fin)
Nganjuk, ITS News — Tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil membangun dan mengimplementasikan Kumbung
Kampus ITS, ITS News – Transparansi informasi merupakan hal yang krusial dalam keberlanjutan sebuah institusi. Berangkat dari inisiasi tersebut,
Surabaya, ITS News – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) memperkuat perannya dalam mendorong pendidikan berkelanjutan melalui audiensi bersama Dinas
Kampus ITS, ITS News — Apresiasi mahasiswa yang aktif berorganisasi, Lembaga Pengelola Dana Abadi (LPDA) Institut Teknologi Sepuluh