Acara yang digelar dua hari sejak Kamis kemarin ini merupakan acara yang rutin diadakan IO tiap semester. Tujuannya tentu saja untuk memberikan informasi sekaligus motivasi bagi mahasiswa tentang beasiswa ke luar negeri. Untuk hari kedua, 3 pembicara pun dihadirkan untuk membagi pengalaman tentang suka duka mereka selama belajar di negeri orang. Mereka adalah Amalia Rasyida ST MSc, Faisal Maulana serta Fathia mahmuda.
Ketiga pembicara ini mempunyai pengalaman belajar di negara yang berbeda dengan jenis beasiswa yang berbeda pula. Amalia, yang kini merupakan dosen di Jurusan Teknik Material Metalurgi mendapatkan beasiswa penuh untuk gelar masternya di National Taiwan University Of Science and Technology (NTUST).
Menurut Amalia, mendapatkan beasiswa di luar negeri tidaklah susah. Di Taiwan sendiri, tak sedikit mahasiswa ITS yang menimba ilmu di NTUST maupun National Taiwan University (NTU). Memang kedua universitas tersebut merupakan universitas di Taiwan yang paling populer di kalangan mahasiswa Indonesia, khusunya ITS. Saking banyaknya mahasiswa ITS di NTUST, Amalia dan mahasiswa lain sering berkata, "Mahasiswa ITS pindah ke NTUST atau NTU."
Menurutnya, untuk mendapatkan beasiswa tidak butuh IP cumlaude atau prestasi yang banyak. Mahasiswa hanya butuh untuk terus update informasi mengenai beasiswa dan berusaha mendapatkan rekomendasi dari profesor di universitas tujuan. Hal yang tidak kalah penting merupakan kegigihan untuk mendapat beasiswa sekaligus saat belajar disana.
Hal senada juga diungkapkan oleh Faisal Maulana, mahasiswa Jurusan Teknik Fisika yang menjalankan 7 bulan program Pertukaran Pelajar Antar Negara (PPAN) ke Kanada. Sejak menjadi mahasiswa baru, Faisal sudah bercita-cita untuk mendapat beasiswa ke Kanada. Berbagai jenis beasiswa pun Faisal coba agar dapat memenuhi impiannya belajar ke luar negeri. Bahkan, untuk program PPAN sendiri, Faisal harus rela ditolak 4 kali dalam 4 tahun hingga akhirnya dapat terbang ke negeri maple tahun 2012 lalu.
"Saya dapat beasiswa ke Kanada apakah karena saya pintar atau berprestasi? Tidak. Saya berhasil karena saya beruntung dan mencoba," ungkapnya. Selama di Kanada, Faisal mendapatkan banyak sekali pengalaman yang berharga. Yang terbesar merupakan pelajaran untuk menghargai keragaman. Hal itu dikarenakan Kanada merupakan negara yang penduduknya sangat beragam. Berbagai ras dan agama hidup bersama-sama dalam suatu negara, hingga konsep saling menghargai pun sangat diterapkan disana.
Meski begitu, tak selamanya kehidupan ketiga pembicara itu di luar negeri selalu menyenangkan. Ada kalanya duka dan berbagai kesulitan menghampiri mereka selama di luar negeri. Faisal misalnya, dia harus merasakan bentrok budaya dengan orang Kanada. Bahkan Faisal berkisah sempat dibenci karena guyonan Faisal tentang penampilan fisik yang dianggap biasa di Indonesia ternyata kasar untuk orang Kanada.
Kesulitan juga dialami oleh Fathia mahmuda yang sempat satu semester belajar di Chulalangkorn University, Thailand. Mahasiswi Jurusan Teknik Industri ini sempat kesusahan saat mengejar mata kuliah sistem dinamika di Thailand yang ternyata sangat berbeda dengan fokus Jurusan Teknik Industri. Mesk begitu, gadis yang akrab disapa Fath ini mengaku bangga telah berhasil menyelesaikan mata kuliah itu.
Ketiga pembicara itu juga sepakat mereka lebih mencintai Indonesia semenjak belajar di luar negeri. Mereka mengungkapkan upacara kenegaraan atau hari perayaan Indonesia di luar negeri terasa jauh lebih mengharukan ketimbang saat mereka di Indonesia. Bahkan Faisal mengaku sempat menangis pada Hari Sumpah Pemuda di Kanada. “Padahal saya tidak pernah menangis saat melaksanakan upacara apapun di Indonesia,†ungkap Faisal. (gol)