ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
06 Februari 2014, 09:02

FS2, Dorong Mahasiswa Studi Ke Luar Negeri

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Ada tiga pembicara yang hadir dalam gelaran workshop pada hari itu, yaitu Muhammad Bagus Ansori ST MSc, Ivana Irene Helen Adam dan Ardian Yudha. Masing-masing pembicara menyampaikan tips-tips dan pengalaman selama mereka di luar negeri.

Muhammad Bagus Ansori misalnya, ia menjelaskan telah mendapatkan kesempatan untuk mengenyam studi S2 di Perancis. Melalui salah satu Institusi Pendidikan Pemerintah Perancis, Campus France, ia bercerita menerima bantuan untuk mengurus berbagai keperluan sebagai mahasiswa asing di sana.

Ia juga menuturkan kepemilikan sertifikat B1 dan B2 merupakan syarat yang harus ditempuh pelamar agar dapat mengurus visa pelajar asing di Perancis. Menurutnya, mahasiswa yang sudah mempunyai sertifikat bahasa perancis tersebut bisa langsung mendaftar dan menjalani masa perkuliahan di Perancis. Tentunya, diikuti dengan melengkapi persyaratan dari universitas tersebut.

Ia pun menerangkan bagi mahasiswa yang ingin mendapatkan beasiswa bisa mengikuti program Eiffel untuk jenjang S2 dan S3 serta program Erasmus Mundus untuk jenjang S1, S2 dan S3. ”IO selalu siap membantu mahasiswa yang ingin melanjutkan studi ke luar negeri,” ujar pria asal Kediri ini.

Menyoal kebutuhan sehari-hari, ia menyebutkan biaya makan di negara menara Eiffel tersebut terbilang mahal karena dibutuhkan sedikitnya 3 euro (Rp 48 ribu,red) setiap satu kali makan. Alhasil, ia pun menyarankan agar mahasiswa untuk memasak makanannya sendiri selama berada di sana.

Sementara itu, Ivana menceritakan pengalamannya selama mengikuti pertukaran pelajar ke Korea Selatan. Di negeri ginseng tersebut, ia berkesempatan untuk menjadi mahasiswa asing di Dankook University selama satu semester lamanya.

Ia menyebutkan, Dankook University telah memiliki kesepakatan Memorandum Of Understanding (MoU) dengan ITS. Sehingga ia menjelaskan akan memudahkan mahasiswa ITS yang ingin merasakan berkuliah di sana. Bahkan, disediakan pula kuota sebesar dua orang mahasiswa ITS yang ingin merasakan atmosfer pendidikan di Dankook University tiap semesternya. Karena itu, Ivana berharap mahasiswa dapat rajin mengecek informasi yang disediakan oleh website dan grup facebook IO ITS.

Selama berada di Korea Selatan, kendala bahasa merupakan salah satu pengalaman unik yang dimilikinya. Karena masyarakat Korea umunya tidak bisa berbahasa inggris, ia pun akhirnya cukup sulit dalam berkomunikasi dengan warga setempat. ”Untunglah masyarakat Korea cukup terbuka dan suka membantu warga asing sehingga dapat membantu kami dalam berkomunikasi walaupun menggunakan bahasa tubuh,” papar Ivana.

Lebih lanjut, ia menjelaskan selama menjalani studi di sana, fasilitas berupa asrama dan biaya pendidikan dapat ia rasakan secara gratis. Namun, hal ini dikatakannya tidak berlaku untuk biaya transportasi dan keseharian selama di sana. ”Jika ingin merasakan kuliah di luar negeri, jangan memilih. Ambil saja kesempatan yang ada kemanapun itu,” ujar mahasiswa angkatan 2011 tersebut.

Lain orang lain pula ceritanya, Ardian Yudha punya pengalaman yang berbeda selama mengikuti kegiatan bertajuk Swasdee Camp. Dikatakannya, kegiatan yang diselenggarakan King Mongkut University Of Technology Thonburi (KMUTT) Thailand selama dua minggu ini merupakan kegiatan pengenalan budaya dan bahasa. Ia menyebutkan setiap mahasiswa dikenakan biaya sebesar 150 dollar untuk mengikuti kegiatan ini. ”Namun itu semua akhirnya ditanggung oleh pihak KMUTT. Dimana lagi  bisa keluar negeri dibayarin,” candanya.

Beberapa budaya yang ia pelajari disana seperti budaya berjabat tangan. Ia menjelaskan masyarakat Thailand umumnya menggunakan wai atau salam khas mereka sebagai pengganti berjabat tangan. Bahkan, setiap salam akan berbeda di setiap penempatannya.

Selain itu, makanan khas Thailand pun mempunyai cita rasa yang unik. kecenderungannya adalah memiliki cita rasa manis, asam dan pedas. ”Tidak sulit menemukan makanan halal disana, karena Islam sudah menjadi agama kedua terbesar,” ungkap mahasiswa Jurusan Teknik Sistem Perkapalan ITS ini.

Ia pun turut mengungkapkan alasan mengapa masyarakat Thailand mempunyai logat cempreng ketika sedang berkomunikasi. Hal ini lantaran mereka mempunyai tone yang berbeda setiap kali melakukan interaksi. ”Ada yang datar, ada yang naik turun, ada yang turun naik, ada yang naik naik dan ada yang turun turun,” pungkasnya. (van/man)

Berita Terkait