Prof Dr Ing Ir Herman Sasongko, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Hubungan Alumni, menyatakan bahwa OK2BK merupakan kegiatan untuk memperkenalkan mahasiswa baru terhadap dunia kampus. Yang mencakup dasar-dasar pelatihan kepemimpinan, sekaligus menginisiasi sebuah orientasi berkelanjutan setelahnya. ”Jangan sampai menjurus ke keburukan karena alokasi waktu yang berlebihan dan konsep yang tidak terstruktur dengan jelas,” ungkapnya ketika ditemui ITS Online, Senin (13/1).
Selama ini, adanya pengaderan di ITS bukanlah hal yang tabu bagi mahasiswa maupun pihak kemahasiswaan. Namun, lanjut Herman, dua tahun lalu sudah pernah dilaksanakan diskusi antar kedua elemen tersebut terkait hal ini. Yakni tentang penyusunan program yang lebih terarah serta berorientasi pada keprofesian dan kepemimpinan.
Hasil diskusi tersebut pun melahirkan kesepakatan adanya pembagian zona kerja dalam pelaksanaan pengaderan sebagai orientasi berkelanjutan. Disebutkan bahwa untuk Himpunan Mahasiswa (Hima) nantinya bertanggung jawab terhadap bidang keprofesian. Sementara Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ITS dan BEM Fakultas (BEMF) bertanggung jawab terhadap kegiatan eksternal dan pelatihan kepemimpinan. Sedangkan kreativitas dan minat bakat dikoordinasikan oleh Lembaga Minat Bakat (LMB). Hal tersebut sesuai dalam amanah Musyawarah Besar (Mubes) IV.
Namun Herman menyayangkan adanya praktik pengaderan yang masih menyimpang dari aturan yang telah disepakati. Pengaderan yang harusnya sudah diakhiri seminggu sebelum Evaluasi Akhir Semester (EAS), dalam kenyataannya masih berjalan melebihi batas waktu tersebut. ”Selain itu juga kegiatan tersebut hanya diperbolehkan di luar hari aktif kuliah (Sabtu-Minggu, red), tapi secara diam-diam banyak yang melanggar,” lanjutnya.
Melihat kondisi tersebut, Herman beserta seluruh Tim Konsultasi Kemahasiswaan (TKK) mulai dari tingkat institusi, fakultas hingga jurusan membuat sebuah ketegasan tentang diberlakukannya OK2BK yang dilaksanakan selama seminggu sebelum perkuliahan. ”Program itu seputar pengenalan kehidupan kampus, kurikulum di jurusan, mengenalkan organisasi jurusan berikut personilnya supaya kalau mau ngurus apa-apa nantinya mahasiswa baru tersebut tidak bingung. Orientasi itu intinya Welcome Party (WP) alias pengenalan,” tegas Herman.
Sedangkan, ia melanjutkan, kegiatan pasca OK2BK segera diambil alih oleh mahasiswa melalui Program Kerja (Proker) yang sudah dibuat dan dimusyawarahkan bersama. Menurutnya, BEM memiliki berbagai Proker luar biasa seperti Young Engineers and Scientists Summit, Youth Environmental Leader Program, Public Figure on Talk, maupun ITS Bangun Desa. ”Atau dalam lingkup jurusan yang paling sederhana semacam malam keakraban, Mahasiswa Baru (Maba) dididik langsung dengan praktik dalam kepanitiaan,” katanya.
Menurutnya, banyak manfaat yang didapat dengan praktik seperti itu. Misalnya ketika seseorang tergabung dalam sie penggalangan dana. Maka mereka akan diajarkan bagaimana networking, mengelola dana, berkomunikasi dengan rekan kerja. ”Mahasiswa baru harus segera diterjunkan dalam keadaan real seperti itu. Dimarahi tidak apa-apa jika memang ada kesalahan yang jelas,” ungkap Herman. Sehingga, lanjutnya, tidak akan terjadi kemarahan dari senior yang merusak psikologi seseorang.
Sedangkan, peran Hima dalam hal ini ialah memfasilitasi Maba dalam menyalurkan kompetensi-kompetensi yang dimiliki mabanya. Jika ada Maba yang tertarik di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) tertentu, maka hima berkewajiban memberi rekomendasi atas Maba yang ingin bergabung ke UKM tersebut. ” Hal ini juga berlaku ketika ternyata Maba tersebut memiliki potensi bergabung dalam organisasi mahasiswa atau tim keilmiahan lainnya,” sebut Herman.
Memantau kegiatan OK2BK merupakan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh setiap komponen jurusan. Herman menegaskan bahwa sebenarnya jurusan tidak diperbolehkan memberi izin terhadap pengaderan yang tidak terstruktur atau bahkan ber-impact buruk kepada Maba. ”Ketua jurusan dan TKK harus memantau dan segera menindak tegas oknum yang menyeleweng,” tandasnya.
Ditekankan ulang olehnya, jika kegiatan-kegiatan dengan alokasi waktu yang berlebihan apalagi tidak terstruktur tersebut terus dilakukan, maka jurusan akan kehilangan kesempatan untuk berekspresi lebih. Yang juga membuat Herman terkejut, beberapa jurusan yang sudah tua mampu cepat beradaptasi dengan orentasi seperti ini. ”Lihat saja Tim Spectronics dari Jurusan Teknik Kimia, Sapu Angin dari Teknik Mesin. Tim-tim kreatif tersebut merupakan tim lepas yang berasal dari cikal bakal laboratorium dan mampu menggaungkan nama besar jurusannya,” cerita Herman.
Penerapan SKTI untuk Mahasiswa
Rencananya, dalam kurikulum baru tahun ajaran 2014/2019 nanti akan diterapkan pemberian Surat Keterangan Tambahan Ijazah (SKTI) kepada mahasiswa yang memiliki kontribusi untuk ITS dan juga learning outcome tertentu. ”Kalau pengaderannya saja masih belum bisa terstruktur, bagaimana keinginan itu bisa dicapai?” tanyanya menekankan.
Untuk itu, grand design orientasi berkelanjutan tersebut akan termaktub dalam kurikulum baru. Yang secara garis besar berfokusan pada kreativitas, Student Center Learning (SCL), dan Lab Based Education. Karena pada dasarnya Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) menyebutkan bahwa Perguruan Tinggi bukanlah tempat untuk sekedar belajar. Melainkan juga wadah pendidikan yang sebenarnya. ”Sistem yang diharapkan lebih terintegrasi secara komprehensif,” lanjut pria berkaca mata tersebut.
Terlebih, learning outcome lulusan perguruan tinggi harus memenuhi dua hal, yakni mampu memimpin dan mampu bekerja dengan orang lain. Sedangkan empat hal utama yang dibutuhkan untuk itu adalah pengetahuan yang dikuasai, kemampuan bekerja, leadership, dan attitude. ”Karena nantinya akan dihadapkan pada permasalahan sosial masyarakat, perkembangan ekonomi, teknologi, dan masih banyak lagi,” terang Herman.
Oleh karena itu, diperlukan orientasi berkelanjutan untuk menopang pilar-pilar dalam kurikulum baru tersebut. Terdapat tiga pilar didalamnya, yakni Wawasan Teknologi dan Komunikasi Ilmiah, Wawasan Kebangsaan dan Komunikasi serta Pendidikan Technopreneurship.
Dicanangkan tiga pilar tersebut lantaran selama ini, secara eksplisit mahasiswa ITS dinilai kurang bisa berkomunikasi secara efektif, itu salah satunya yang akan diatasi selama orientasi berkelanjutan tersebut. ”Saya tidak setuju pengaderan atau orientasi itu dilarang karena mahasiswa butuh itu. Hanya saja harus jelas dan terstruktur,” katanya.
Sangat berbahaya jika mengorientasi maba untuk menjadi orang yang besar dan menganggap dirinya sudah pantas lulus dalam waktu satu semester tapi dalam program yang tidak terencana dengan baik. Menurutnya, berbagai pihak harus mengurangi risiko dan kerugian pembuatan proses yang mengakibatkan disorientasi mahasiswa baru tertentu. Dalam kaca mata Herman, para mahasiswa senior tidak akan kehilangan kewibawaan untuk memimpin inisiasi orientasi maupun sebagai senior dengan program-program baik yang terstruktur. ”Mengkader harus ada topiknya dan dijalankan dengan metode yang benar,” katanya.
Sejak diberlakukannya OK2BK ini, Herman menilai hiruk pikuk praktik pengaderan tidak terstruktur telah banyak berkurang. ”Meskipun saya juga masih melihat masih terdapat beberapa penyimpangan,” ujarnya. Ia menganggap itu merupakan bahan evaluasi untuk ke depannya agar kegiatan dapat berjalan dan terkontrol lebih baik. ”OK2BK itu hanya inisiasi awal, karena ada grand design yang lebih terstruktur dan membutuhkan effort lebih besar dengan output yang siap untuk berkontribusi lebih dalam masyarakat,” tutupnya. (oly/fin)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan terhadap riset energi bersih, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menerima kunjungan
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung