>Dalam kompetisi tersebut, mereka tawarkan Automatic Switch Student Card (ASSC) dan Power Management Control System (PCMS). ”Ide itu terinspirasi dari smart card yang berhasil dikembangkan Power System Simulation Laboratory Teknik Elektro. Bedanya, kartu tersebut sekaligus sebagai kartu mahasiswa,” jelas Ardiansyah, salah satu anggota tim.
Diakuinya, selain sebagai kartu mahasiswa, kartu ini juga digunakan sebagai absensi elektronik. Langkah ini dirasa mampu mengurangi penggunaan kertas sebagai absensi. ”Dengan jumlah mahasiswa mencapai 12 ribu, kita dapat mengurangi penggunaan kertas sebanyak 50 batang kayu per semester dan mempermudah waste management,” tutur mahasiswa angkatan 2011 ini.
Tak hanya sebagai absensi, kartu ini juga dapat berfungsi sebagai sakelar otomatis. Ia mengungkapkan, ketika ada mahasiswa yang telah masuk kelas kemudian menggesekan kartu pada Auromatic Stand, lampu kelas bagian depan dan Air Conditioner (AC) akan menyala. Ketika ada enam mahasiswa yang masuk lagi, lampu berikutnya akan menyala. Sederhananya, lampu kelas akan menyala bertahap sesuai jumlah mahasiswa yang masuk.
”Prinsip tersebut dinamakan Automatic Switch Lamp. Jadi tidak ada ceritanya lampu kelas tetap menyala, padahal proses belajar mengajar telah usai,” tuturnya. Jika mahasiswa terakhir keluar maka lampu akan mati secara otomatis dalam lima menit.
Secara otomatis, kartu ini juga dapat memantau tingkat kehadiran mahasiswa sebagai bahan evaluasi di akhir semester. ”Jadi kartu ini multifungsi. Nah, oleh karena itu kartu ini harus dibawa setiap masuk kelas,” ucapnya
Sementara itu, PMCS berfungsi sebagai alat pengontrol konsumsi energi di ITS. Alat ini dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kebutuhan energi tiap jurusan. ”Jadi, kedepannya konsumsi listrik seluruh jurusan di ITS dapat dikendalikan melalui control room secara real time,” imbuh Ardian.
Ardian menjelaskan, jika sistem ini sudah dijalankan di ITS, maka dalam setahun setidaknya bisa menghemat listrik lebih dari 28 persen. Setiap tahun, ITS menghabiskan dana sekira Rp 6 miliar untuk pembayaran listrik, dan Rp 3,6 miliar untuk rekening air. ITS juga menghasilkan 150 kg limbah per hari.
Sempat Pesimis juara
Ardian menambahkan, timnya sempat tidak percaya mendapat peringkat pertama. Pasalnya, ide dari kelompok lain terlihat sederhana namun sangat bagus ketika dipresentasikan. ”Apalagi dari Prasetiya Mulya Business School, mereka sangat bagus dalam perencanaan keuangan,” imbuhnya.
Ia mengaku sempat keteteran saat dewan juri bertanya perencanaan keuangan. ”Padahal sudah kami hitung, tetapi tetap saja lupa. Lha, kita semua dari teknik, bukan bisnis,” jelas Ardian. Diakuinya, kesulitan semakin bertambah manakala harus presentasi dalam bahasa inggris juga.
Dalam GE Challenge Indonesia 2013, Prasetiya Mulya Business School dengan tim Invention mendapat peringkat ketiga. Sementara, Institut Teknologi Bandung dengan tim Genius berada di peringkat kedua.
Setelah berhasil memboyong juara, Ardian berharap bahwa kedepannya idenya dapat diimplementasikan di ITS. Hal ini dianggapnya sejalan dengan program eco campus yang lagi gencar dikampanyekan. Meski begitu, ia mengaku butuh waktu satu tahun untuk pembuatan sistem tersebut. ”Masih butuh pengembangan, pembelian, dan pembuatan prototype,” pungkasnya. (ady/ran)