ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
02 Desember 2013, 12:12

Tempe, Murah Tapi Bukan Murahan

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Berlokasi di Kampung Tempe, Desa Sukomanungggal RT 02 RW 09, 24 ibu rumah tangga yang mayoritas adalah pengrajin tempe berlomba-lomba menyajikan inovasi produk kuliner menarik berbahan dasar tempe.  Eka Putri Anugrahingwidi, Ketua Departemen Sosial Masyarakat HMPL mengatakan, acara ini merupakan realisasi dari Program Hibah Bina Desa (PHBD). 

”Program ini bertujuan meningkatkan nilai tambah dari tempe yang diproduksi masyarakat setempat melalui inovasi produk tempe. Selama ini masyarakat hanya menjual tempe mentah tanpa diolah, sehingga pendapatan yang diperoleh pun sedikit,” ujarnya.

Eka menambahkan, dalam lomba memasak ini, terdapat 24 peserta yang dibagi ke dalam 12 kelompok. Setiap kelompok diberi waktu 60 menit untuk memproduksi menu unggulan mereka. Kebersihan, kerapian, kekompakan, cita rasa, dan ketepatan waktu menjadi poin utama penilaian dewan juri. ”Bahan dasar tempe kami yang menyediakan, sedangkan peralatan dan bahan lainnya disediakan sendiri oleh peserta” terang mahasiswa Angkatan 2011 itu.

Nur Hasanah, salah seorang peserta mengatakan dirinya senang dapat mengikuti lomba ini. Selain turut memeriahkan kampung, juga menambah pengalaman dalam membuat jenis-jenis masakan dari tempe. ”Ternyata tempe bisa diolah menjadi berbagai jenis makanan yang menarik,” cetus wanita berumur 35 tahun itu sumringah. Beberapa olahan masakan yang dibuat peserta antara lain Steak Tempe, Tumis Tempe, Donat Tempe Sayur, dan juga Gelatin Tempe.

Gelar Forum Diskusi
Selain berkompetisi dalam membuat inovasi olahan tempe, masyarakat juga diajak berdiskusi tentang kiat-kiat pemasaran produk usaha tempe dan prosedur pengajuan izin Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). Diskusi ini menghadirkan Ir Surtauli Sinurat MM, Kabid Industri, Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Surabaya dan Denny Sulistyowati S Farm dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya.

Dalam pemaparannya, Denny mengatakan tahapan dalam permohonan izin PIRT. ”Mulai dari pengajuan, penyelenggaraan penyuluhan pangan, pemeriksaan sarana produksi pangan, setelah itu baru mendapatkan sertifikat PIRT,” terangnya.

Di sisi lain hal yang dikhawatirkan masyarakat adalah tingginya biaya yang dikeluarkan dalam permohonan izin. Surtauli menyangkal pernyataan tersebut. ”Masyarakat menganggap izin itu mahal dan sulit, namun tidak demikian, semuanya gratis,” jelas Surtauli.

Berita Terkait