"Bahkan akan lebih bagus lagi apabila kita mampu memaritimkan masyarakat Indonesia," ujar Ir. Daniel Mohammad Rasyid,Phd, CPM. Pria yang akrab disapa Daniel itu mengungkapkan pentingnya masyarakat Indonesia untuk memahami potensi maritim yang dimiliki oleh negeri ini.
Menurutnya, kondisi dunia pelayaran di Indonesia saat ini jauh lebih suram di saat ia bekerja di PT PAL era 80-an silam. Hal itu tidak terlepas dari pembangunan jembatan Suramadu yang mengakibatkan kerugian mencapai Rp 10 milyar per tahun pada jasa pelayaran.
Hingga kini, azas sabotase yang melarang pengiriman barang di wilayah maritim Indonesia kecuali kapal berbendera Indonesia diberlakukan. Namun dalam kenyataannya, kapal-kapal berbendera Indonesia itu masih diproduksi oleh negara lain, bukan kapal produksi bangsa Indonesia sendiri.
Alasan dari fenomena itu diungkapkan oleh M. Badrus Zaman, ST Mt. PhD. Lulusan Kobe University ini mengungkapkan, ada beberapa hal yang menjadi alasan bisinis maritim di Indonesia lebih banyak menggunakan kapal produksi negara lain. Diantaranya adalah lingkungan moneter yang tidak mendukung, bunga bank yang terlalu tinggi, hingga pemerintah yang tidak memasukkan galangan atau pelayaran sebagai infrastruktur.
Badrus mengungkapkan, lingkungan moneter di Indonesia lebih cenderung ke bisnis furniture daripada pelayaran. Begitu pula dengan bunga bank untuk perkapalan dan pelayaran cenderung tinggi sehingga harga produksi kapal pun juga tinggi. Hal itu mengakibatkan harga kapal di Indonesia jauh lebih tinggi daripada kapal – kapal produksi Malaysia yang bunga banknya lebih rendah.
Raja Oloan Saut Gurning, ST., M.Sc, Phd, pembicara lainnya, mengungkapkan hal itu terjadi karena pemerintah Indonesia kurang memahami dunia maritim. Pemerintah Indonesia cenderung menganggap sama industri perkapalan dengan industri pada umumnya. Padahal dunia perkapalan tidak dapat disamakan dengan industri pada umumnya. Hal itu karena proses pembuatan kapal membutuhkan desain sebelum proses pembuatan serta cara produksi yang lebih rumit.
Berharap Mahasiswa FTK Masuk Parlemen
Sementara itu, Daniel mengkritik obsesi pemerintah kepada pertumbuhan ekonomi. Hal itu menyebabkan rezim perdagangan lebih kuat daripada industri. Akibatnya, kini Indonesia mengalami disindustrialisasi. Melihat kondisi itu, ketiga narasumber tadi mengharapkan agar mahasiswa FTK ITS ke depannya bisa masuk ke kementrian sektor perhubungan ataupun industri. Sebab Iindonesia butuh pemerintah yang mempunyai visi kemaritiman guna mengembalikan kejayaan negeri ini seperti era Majapahit. (m14/nir)
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
Nganjuk, ITS News — Tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil membangun dan mengimplementasikan Kumbung
Kampus ITS, ITS News – Transparansi informasi merupakan hal yang krusial dalam keberlanjutan sebuah institusi. Berangkat dari inisiasi tersebut,