Pria kelahiran Malang pada 46 tahun lalu itu, dinyatakan lulus setelah mampu mempertahankan disertasinya dari pertanyaan dosen penyanggah. Pada sidang tersebut, ia mengangkat topik berjudul Surface Curvature Feature untuk Registrasi Permukaan 3D.
Ia mengatakan, perkembangan dunia animasi saat ini sangat berkembang pesat. Sehingga, diperlukan pemodelan objek nyata menjadi model 3D. ”Penelitian ini memang dikhususkan untuk membuat objek nyata menjadi objek 3D dengan tingkat akurasi yang tinggi,” ungkap Eko.
Cara memodelkan objek tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan 3D Scanner. Dari proses tersebut dapat diambil koordinat-koordinat yang nantinya digunakan untuk memodelkan objek. ”Tentu saat proses scanning menghasilan beberapa gambar objek karena perbedaan sudut pandang dari kamera,” tutur dosen Teknik Elektro ITS ini.
Kenyataannya, saat penggabungan sering terjadi kesalahan karena overlapping antara dua permukaan rigid (kaku, red) yang akan digabung. Sehingga diperlukan metode yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu Surface Curvature Feature.
Metode yang ia kembangkan ini mempunyai kelebihan dibandingkan metode lainnya, yaitu tingkat kesalahan yang rendah. Tak hanya itu, metode ini juga tahan terhadap noise (gangguan, red) yang timbul dari proses pengambilan data saat scanning objek.
Dari metode tersebut akan muncul dua parameter yaitu rotasi dan translasi. Dua parameter ini yang nantinya digunakan untuk menggabungkan beberapa objek. Sehingga, koordinat antara gambar satu dengan gambar lainnya sesuai.
Sederhanya, antara titik koordinat dari gambar satu dihubungkan dengan gambar lainnya seperti pemetaan pada matematika. ”Jadi prinsipnya menggunakan korespondensi satu-satu,” jelas Eko.
Meskipun sukses dengan penelitiannya, ia merasa belum puas. Ia berencana untuk mengembangkan lagi penelitian ini. ”Penelitian selanjutnya adalah mencari metode registrasi untuk objek terdeformasi,” jelasnya.
Ia berkeinginan, penelitiannya ini dapat dipakai untuk memodelkan patung dan peninggalan sejarah di museum. Sehingga, dapat meminimalkan pencurian terhadap benda-benda peningglan sejarah. Contohnya, pelestarian warisan budaya museum Empu Tantular. ”Saya ingin dari penelitian ini mampu membuat museum virtual,” pungkasnya. (ady/m4/ran)