ITS News

Minggu, 21 Desember 2025
27 September 2013, 00:09

Konferensi Arsitektur Hijau, Hadirkan Pakar Internasional

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Setidaknya terdapat enam pakar arsitektur hijau yang hadir dalam konferensi internasional tersebut. Di antaranya Tiyok Prasetyoadi ST MUDD dari Lembaga Konsil Bangunan Hijau Indonesia, Dr Peter Kellett asal Newcastle University dan Prof Dr George Ofori dari National University of Singapore (NUS). Kemudian turut hadir pula Dr Nur Demirbilek dari Turki, Prof Dr Regan Potangaroa dan Hughy Dharmayoga ST MSc UD yang merupakan alumni Arsitektur ITS.

Konferensi yang diikuti 170 peserta ini merupakan acara tahunan Jurusan Arsitektur ITS. Tahun ini tema yang diangkat ialah Green Concept in Architecture and Environment. Hal itu dilakukan untuk membuka wawasan para pelaku dunia arsitektur agar lebih memahami konsep arsitektur hijau.

Ima Defiana ST MT, ketua pelaksana konferensi internasional, mengatakan aspek lingkungan sangat perlu diperhitungkan dalam merancang bangunan. Hal itu dibutuhkan untuk mengantisipasi adanya bad impact bangunan yang didirikan terhadap lingkungan sekitar. "Mulai dari material yang digunakan, lokasi bangunan hingga proses pembangunannya perlu diperhatikan," jelasnya.

Di Indonesia, masih banyak bangunan yang menggunakan material kurang aman bagi lingkungan. Padahal, persediaan material ramah lingkungan begitu melimpah. "Kita punya banyak material yang lebih ramah lingkungan untuk dimanfaatkan,” lanjut Ima.

Dr Peter, salah satu pemateri menggambarkan aplikasi arsitektur hijau di Ethiopia. Di sana, masyarakat memanfaatkan kearifan lokal sebagai bahan baku bangunan. Yakni dengan menggunakan bambu sebagai material utama. "Bukan hanya agar ramah lingkungan, melainkan juga membantu masyarakat kurang mampu agar bisa memiliki hunian layak dan nyaman," ujarnya.

Meskipun begitu, bukan berarti rumah bambu menjadi simbol masyarakat marjinal. Prof Dr Ir Josef Prijotomo M Arch, salah satu peserta konferensi, menyebutkan pada dasarnya bambu merupakan material yang sangat estetis. Sehingga sangat relevan untuk menambah estetika rumah. Terlebih lagi, material tersebut mudah didapatkan di Indonesia.

Peserta lain asal Universitas Gajah Mada (UGM), Zulaikha, menyatakan konferensi ini merupakan pembaharuan terhadap pengetahuan arsitektur hijau yang ia miliki. Ia juga terkesan dengan salah satu pembicara yang menceritakan keprihatinannya terhadap kondisi arsitektur salah satu negara.

”Rasanya seperti tersadarkan tiba-tiba, bahwa tidak semua orang memiliki ilmu arsitektur ini,” katanya. Zulaikha berencana untuk mengaplikasikan ilmu arsitektur hijau yang ia dapatkan. Sebagai motivasi diri, ia pun mengutip kembali perkataan salah seorang narasumber, ”Kalau bukan kita yang sudah memiliki ilmu untuk menggalakkan arsitektur hijau ini, lalu siapa yang akan melakukannya” pungkasnya. (oly/ali)

Berita Terkait