Sekilas, gedung sekolah MI Muthmainah tidak berbeda dengan rumah penduduk. Papan nama sekolah pun terpasang di samping tembok kamar mandi, menambah sulitnya identitas sekolah tersebut ditemukan. Terlebih lagi letak sekolah berada jauh di dalam gang, membuat sekolah tersebut menjadi semakin terpencil.
Kondisi lingkungannya pun jauh dari hingar-bingar Kota Pahlawan yang didaulat sebagai kota terbesar kedua di Indonesia. Beberapa ekor kambing yang sengaja dilepas menjadi pemandangan siswa sehari-hari. Letak sekolah yang dekat dengan pantai membuat bau amis ikan seringkali menyengat indra penciuman siswa. Namun, siswa sekolah tersebut telah terbiasa dengan semua kondisi yang ada.
Anggit bertambah prihatin ketika masuk ke dalam kelas. Dari 28 siswa yang ada, tidak lebih dari 19 orang anak yang ada di dalam satu kelas. Setelah sempat berdiskusi dengan kepala sekolah, ia pun mengetahui bahwa antusiasme siswa terhadap sekolah tidak terlalu tinggi. Pasalnya, orang tua siswa yang rata-rata bekerja sebagai nelayan terkadang meminta bantuan anaknya untuk membersihkan hasil tangkapan.
Minat sekolah itulah yang hendak dibangun oleh Anggita Rara Kumala Nardani beserta keempat rekannya. Vivi Tri Mauliddawati, Nur Arif, Evi Wijayati, dan Ike Ariani. Kali ini sasarannya adalah siswa MI kelas tiga SD. Sebuah permainan Benzene pun diperkenalkan ke siswa sekolah tersebut.
Permainan yang terdiri dari enam tahapan ini menjadi cara unik tim Anggit untuk mengajak siswa tersebut belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Menurutnya, semua permainan tersebut telah mereka sesuaikan dengan kurikulum pelajaran IPA sekolah tersebut.
Kelima mahasiswa ITS yang sama-sama berasal dari Jurusan Kimia FMIPA tersebut mengaku cukup kewalahan mengajar siswa sekolah tersebut. Pasalnya, tidak semua siswa mau mengikuti permainan. Vivi menjelaskan, ada sebagian siswa yang terlalu hiperaktif sehingga membuat mereka harus bersabar mengajak siswa belajar sambil bermain.
Melihat kesungguhan kelima mahasiswa tersebut, kepala sekolah pun akhirnya memberikan waktu khusus pada pelajaran IPA untuk diambil alih Anggit dan timnya. ”Tentunya kami berusaha memanfaatkan waktu yang diberikan selama enam pekan tersebut untuk dapat mengajar dengan maksimal,” komentar Vivi.
Permainan awal yang diperkenalkan adalah permainan puzzle dengan gambar proses terbentuknya hujan. Para siswa pun dibagi menjadi beberapa tim untuk bersama-sama menyusun puzzle yang telah disediakan.
Salah satu siswa yang bernama Rio pun menjadi perhatian utama kelompok Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) bidang pengabdian masyarakat tersebut. Pasalnya, Rio mengaku kurang paham dalam pelajaran tersebut. Terlebih lagi, ternyata Rio pun masih sulit untuk merangkai sebuah kata dalam bentuk tulisan. ”Untuk siswa yang kurang cepat pemahamannya, kami akan meluangkan waktu khusus hingga mereka dapat mengerti apa yang kami terangkan,” imbuh Anggit.
Pekan kedua pertemuan, Anggit dan rekannya pun mengajak siswa untuk bermain magical light. Permainan tersebut menggunakan prisma yang diterangi dengan lampu senter sehingga membiaskan tujuh warna pelangi seraya menyelipkan teori pembiasan. Menurut Anggit dengan keajaiban tersebut siswa pun semakin antusias dalam belajar IPA. ”Bahkan yang ikut main bukan hanya siswa kelas tiga, siswa kelas empat pun ada yang masuk untuk ikut bermain,” ujar Vivi seraya tersenyum.
Pencernaan berantai dan kartu transformasi merupakan permainan yang dilakukan di pekan selanjutnya. Saat itu siswa diajarkan tentang proses pencernaan makanan dan perubahan wujud zat seperti mencair, menguap, mengembun, serta membeku. ”Dengan begitu para siswa mudah memahami pelajaran yang disampaikan,” lanjut Vivi.
Ular tangga Benzene pun menjadi penutup dari seluruh permainan yang ada. Untuk mengatasi kejenuhan belajar di kelas, siswa pun diajak untuk bermain di lingkungan ITS. Dalam beberapa kotak permainan ular tangga tersebut diselipkan sebuah soal yang berhubungan dengan materi yang telah mereka sampaikan. ”Sesi tersebut merupakan evaluasi dari kegiatan belajar selama hampir dua bulan tersebut,” imbuh Vivi.
Usaha mereka tampaknya berbuah manis. Usai proses pengajaran tersebut nilai IPA harian siswa MI tersebut meningkat. Menurut Anggit, awalnya yang rata-rata 69,25 naik menjadi 85,34. ”Sampai saat ini kami tetap berusaha melakukan kontroling nilai siswa untuk mengetahui pemahaman siswa sampai sejauh mana,” tutup Vivi. (sha/nir)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
Kampus ITS, ITS News — Guna meneguhkan komitmen sebagai World Class University (WCU), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menyiapkan