Indra Sangalang, mahasiswa program doktoral Arsitektur ITS, membahas masalah ini pada sidang terbuka promosi doktor, Jum’at (30/8). Penelitiannya yang berjudul Keterikatan pada Tempat untuk Hunian di Tepi Sungai. Dengan menggunakan referensi Suku Dayak Ngaju di Palangka Raya, ia sukses meraih gelar doktor berpredikat dengan pujian.

Dalam penelitiannya, Indra berusaha menemukan berbagai faktor yang mempengaruhi keterikatan tempat agar aspek-aspek rancangan perumahan dan permukiman dapat dipertahankan. Seperti lingkungan, relokasi, dan transmigrasi. Selain itu, urban renewal dan kearifan lokal juga bisa dipertahankan.

Pria kelahiran Banjarmasin ini berhasil mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keterikatan Suku Dayak Ngaju terhadap tempat tinggalnya. Mulai dari simbolisme penciptaan, aspek ritual dan kekerabatan sebagai orang dayak, dan konsepsi makna kegiatan ritual. Selain itu ditinjau dari kewajiban dan partisipasi dalam kegiatan ritual, mental dan spiritual, dan memori juga turut berpengaruh.

Menurut Bapak dua anak ini, keterikatan tersebut  berimplikasi pada tata ruang huni dan identitas baru. Indra menemukan, aspek budaya sangat dominan dalam mempengaruhi keterikatan masyarakat Suku Dayak Ngaju dengan tempat tinggalnya.

Oleh karena itu, dosen Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya ini menggunakan istilah cultural place attachment dalam penelitiannya. Indra merumuskan metode ini disebabkan suku ini mempunyai keterikatan secara spritual terhadap suatu tempat.

Tempat tersebut digunakan sebagai wadah mulai dari menerima roh hingga diantar menuju surga. Selain itu, metode ini juga menyesuaikan identitas dan sosial spritual suku tersebut. Aspek supranatural dan simbolisme yang terkonsep dan terpola dalam pikiran masyarakatnya juga ikut andil dalam metode ini. Model place attachment yang digunakan merupakan penekanan terhadap proses hubungan antara manusia, tempat, dan aktivitas yang terikat dalam budaya. (nul/nir)