Agama dan wawasan kebangsaan menjadi tolok ukur ciri nasional dalam KKNI. Tentu saja kedua poin tersebut menjadi dasar yang sangat penting untuk mempertajam kepekaan sosial dan pembelaan negara. ”Pancasila, kewarganegaraan, bahasa Indonesia, atau semacamnya akan dikemas menjadi satu,” ujar Prof Dr Ing Herman Sasongko, Pembantu Rektor I ITS.

Selain itu, tentu ada kemampuan utama yang menyokong kurikulum berdasarkan KKNI. Yaitu berupa mata kuliah wajib dan pilihan dari setiap program studi. Sedangkan kemampuan khusus yang menjadi ciri lulusan ITS dibagi menjadi wawasan teknologi dan komunikasi ilmiah, technopreneurship, dan bahasa Inggris. Semua parameter ini kemudian akan menjadi mata kuliah umum sebanyak 14 SKS dalam tahun 2014 hingga 2019.

Wawasan teknologi melingkupi beberapa bidang yang menjadi ciri khas ITS. Yaitu energi, lingkungan, kemaritiman, serta teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK). ”Cakupan ini saling berhubungan. Lingkungan yang erat dengan pemukiman pasti butuh dan akan bicara soal energi alternatif,” tutur Herman.

Sedangkan technopreneurship menjadi bidang yang tak kalah penting dalam kurikulum di ITS. ”Jerman keluar dari krisis ekonomi lewat technopreneurship. Kita juga bisa membangun bangsa dengan seperti itu,” cerita guru besar Jurusan Teknik Mesin ini.

Menurut Herman, wawasan kebangsaan, wawasan teknologi, dan technopreneurship tidak akan diuji secara tertulis. Evaluasi kelulusan untuk ketiga gugus ini akan didasari pada praktik nyata. Misalkan evaluasi berupa gagasan atau rancangan bisnis yang dipresentasikan dan direalisasikan untuk mata kuliah technopreneurship.

Melalui evaluasi semacam itu, calon lulusan ITS sekaligus terlatih dalam bidang kepemimpinan, komunikasi, dan kreativitas. Tak hanya dalam lingkup nasional, setiap calon lulusan juga diharapkan mampu menyumbangkan pemikiran dalam memecahkan masalah internasional, misalnya pemanasan global. (set/fz)