Untuk pendidikan formal, ketentuan ini berlaku pada semua program studi. Baik non vokasi, vokasi, maupun profesi. ”Karena setiap orang yang akan bekerja harus pakai kualifikasi, yang nanti berkaitan dengan standar gaji, jabatan, dan lain sebagainya,” terang Prof Dr Ing Herman Sasongko, Pembantu Rektor I ITS.

Ketentuan ini dianggap penting untuk tujuan internasionalisasi. Sebelum menentukan kualifikasi, kurikulum harus berbasis learning outcome (LO) terlebih dahulu. LO ini pun memiliki standar nasional untuk semua program studi dalam pendidikan formal.

Dari standar nasional tersebut, setiap perguruan tinggi mendapatkan wewenang untuk menentukan LO berdasarkan visi dan misi perguruan tinggi masing-masing. Tak terkecuali ITS. ”LO itu yang nantinya menjadi penciri lulusan ITS,” lanjut Herman.

Dalam LO ITS disebutkan, untuk memenuhi parameter pengetahuan yang dikuasai program sarjana, setiap sarjana ITS dituntut menguasai konsep teoritis sesuai bidangnya. Serta menguasai konsep secara umum lengkap dengan konsep teoritisnya dan mampu menyelesaikan masalah prosedural.

Tak berhenti sampai tingkat institut, setiap jurusan juga memiliki kewenangan untuk menentukan LO-nya masing-masing. Di jenjang jurusan, LO ini kemudian menjadi dasar dalam penyusunan kurikulum.

KKNI memiliki beberapa parameter utama dalam LO. Yaitu kemampuan bidang kerja, pengetahuan yang dikuasai, dan kemampuan manajerial. Di dalamnya termasuk kepemimpinan serta sikap dan tata nilai. Inilah yang menjadi tolok ukur bagi setiap lulusan perguruan tinggi dalam memperoleh kualifikasi.

Setiap program studi di ITS memiliki deskripsi yang berbeda untuk setiap parameter. Mulai dari program sarjana hingga program magister terapan. ”Masing-masing program studi juga punya nilai yang harus ditepati, misalnya sarjana bernilai enam, magister bernilai tujuh, dan lain-lain,” kata Herman. Berdasarkan LO ini, diharapkan setiap lulusan yang akan bekerja memiliki kualifikasi dan ciri sesuai perguruan tingginya. (set/fz)