ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
02 Juni 2013, 15:06

Masyarakat Difable Surabaya Belum Aman

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Arsitektur Menyapa menjadi media Himasthapati Arsitektur untuk berbagi edukasi dengan masyarakat. Tak hanya memperhatikan, mereka pun mengajak masyarakat untuk mensimulasikan bagaimana seorang tunanetra melintasi jalan di Taman Bungkul. ”Ternyata sangat sulit, dan fasilitas yang ada untuk mereka yang difable belum sesuai standar,” kata Mahbub Naufal, ketua panitia Arch Project 2013.

Untuk melanjutkan hasil riset sederhana itu, talk show Arch Project 2013 mengundang Ika Putra PhD, dosen Jurusan Arsitektur Universitas Gajah Mada (UGM). Dalam diskusi, Ika banyak bercerita mengenai kegiatan mahasiswa dan masyarakat Jogjakarta dalam membangun fasilitas bagi masyarakat difable.

Satu di antaranya adalah proyek One Kilometer Guiding Blocks di Malioboro. Mahasiswa bersama masyarakat dan pemerintah pernah membangun blok petunjuk bagi tunanetra di kawasan Malioboro, sepanjang satu kilometer. Menurut Ika, semua elemen harus bekerja sama dalam membangun fasilitas yang layak bagi masyarakat difable.

Arina Hayati, mahasiswa S3 Arsitektur ITS pun berbicara mengenai pembangunan fasilitas umum bagi masyarakat difable. Arina yang juga memiliki different ability ini menyarankan berbagai pihak agar melibatkan mereka yang mengerti kebutuhan masyarakat difable dalam proses desain.

Mindset yang terbangun itu adalah desain untuk penyandang difable sifatnya kompleks dan mahal. Padahal yang paling penting mengenai perbedaan warna dan material,” tuturnya. Tak hanya Arina, anggota Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) se-Surabaya pun melantangkan suara mereka.

Banyak hal yang perlu dibenahi. Misalnya penertiban pedagang kaki lima (PKL) atau sepeda motor di jalur petunjuk jalan tunanetra di atas trotoar. ”Kami sering terpeleset di anak tangga karena tidak ada tandanya,” ujar seorang perwakilan Pertuni. Selain itu, selokan dan jalan yang tak ada batasnya juga sangat membahayakan keselamatan para penyandang tunanetra.

Iman Christian, perwakilan Badan Pemerintah Kota (Bapeko) Surabaya menjadi media aspirasi dalam talk show City and Disability kali itu. Dengan talk show bagi semua elemen, Himasthapati Arsitektur pun mengharapkan tanggapan dan tindakan dari pemerintah. ”Fasilitas untuk difable memang ada, tapi belum sesuai standar. Kalau ada tiang listrik di tengah guide line tunanetra, kan justru berbahaya,” komentar Naufal.

Sejatinya, tidaklah mudah bagi masyarakat difable untuk berada di tempat umum. Sebagai simulasi dalam talk show, seorang peserta menutup matanya selama diskusi, seolah menjadi seorang tunanetra. ”Sulit. Saya harus memaksimalkan indera pendengaran,” katanya usai berjalan tergopoh-gopoh. (set/ran)

Berita Terkait