Priyo mengatakan bahwa ide ini terinspirasi dari klinik terapung yang ada di Kutai Barat. Menurutnya, klinik tersebut merupakan fasilitas yang vital di sana. Sayangnya, klinik tersebut terkendala oleh bahan bakar fosil yang masih sulit diperoleh.
Untuk mengatasi masalah tersebut, mereka menawarkan ide penggunaan solar cell untuk memenuhi kebutuhan listrik pada klinik tersebut. ”Setelah melakukan kajian, ternyata dengan solar cell dapat menghasilkan listrik sebesar 30 KW. Daya tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan klinik tersebut,” jelas mahasiswa angkatan 2010 ini.
Pada GGITC Country Final, Indonesia diwakili oleh ITS dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Prasetya Mulya. ”Kami harus bersaing dengan negara-negara di Asia, diantaranya Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Vietnam, Korea Selatan, dan Taiwan,” tutur Ria Sasmita Utami.
Ia mengatakan bahwa perjuangan mereka untuk meraih prestasi tersebut tidaklah mudah. ”Kami harus menyiapkan prototype kurang dari seminggu. Tak hanya itu, sempat terdapat kendala saat membawa prototype ke dalam pesawat karena baterai harus dilepas dan diletakkan di bagasi,” tutur mahasiswi angkatan 2009 ini.
Akhirnya perjuangan mereka mendapat hasil yang cukup memuaskan. ITS yang mewakili Indonesia dengan inovasi Green Floating Clinic menempati urutan ketiga. Tim Singapura yang mengembangkan konsep Smart Air-con Control System menduduki posisi kedua. Sementara itu, juara kompetisi Go Green In The City East Asia 2013 diraih oleh Filipina.
Para pemenang tersebut akan berkesempatan untuk bersaing dengan 22 tim terbaik dari seluruh dunia seperti Brazil, Cina, Prancis, Jerman, Amerika Serikat, Turki, Meksiko, India, Rusia dan Polandia. ”Kami berharap dapat meraih prestasi terbaik di Paris pada 27 sampai 28 Juni nanti,” pungkasnya. (ady/izz)