ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
13 Mei 2013, 17:05

Membangun Kemandirian Masyarakat Lewat Sociopreneurship

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Salah satu pengisi rangkaian acara ITS For Future Indonesia (IFFI) ini adalah Goris Mustakim, founder Yayasan Asgar Muda. Asgar Muda, ia dirikan untuk membangun daerah asalnya, Garut. Sociopreneur ini mendorong pemuda setempat untuk ikut terlibat dalam pengembangan organisasi dan komunitas. Selain itu, sosok yang pernah diundang menghadiri acara Presidential Summit Entrepreneurship 2010 di Amerika ini mendorong pemuda untuk terlibat langsung dalam pengembangan potensi daerah.

Dalam paparannya, ia menerangkan tiga fokus penting pembangunan bersama yayasannya. Yaitu penyelenggaraan pendidikan, inkubator pengusaha lokal, dan community development.

Penyelenggaraan pendidikan berupa pemberian beasiswa bagi yang membutuhkan. Sedangkan community development yang diusung oleh Goris berupa pendirian bank-bank mikro. Tujuannya, memfasilitasi masyarakat Garut dalam berwirausaha. Peraih Ksatria Lencana 2010 ini berkeinginan untuk menciptakan pengusaha-pengusaha muda dari kalangan Garut.

Pembicara kedua, Ir Lantip Trisunarno MT, Pembina Kewirausahaan ITS juga memiliki program serupa. Dosen Teknik Industri ini berfokus pada program bangun desa skala masyarakat. Pemberdayaan desa yang dilakukannya antara lain berupa penyuluhan, penggunaan teknologi tepat guna, dan pengolahan. Untuk pengolahan misalnya, Lantip menginisiasi pengolahan kotoran dari jamban menjadi pupuk. ”Bisa dikatakan, saya mempelajari apa yang sudah dibuang,” tandasnya.

Lain ceritanya dengan Titik Winarti, founder Tiara Handicraft yang berfokus pada program skala individu. Titik mengutarakan usaha kerajinan tangan tersebut didirikannya untuk membantu para penyandang cacat. Caranya dengan memberikan keterampilan seputar olah barang tidak berguna.

Keinginannya bertambah kuat setelah mengetahui, penyandang cacat seperti tuna daksa, tidak akan diterima bekerja pada perusahaan. Titik pun mulai mengadakan pembinaan untuk tuna daksa. ”Saya tidak ingin mereka ditelantarkan meski sudah memiliki keterampilan. Harapannya, mereka bisa berwirausaha sendiri di daerahnya masing-masing,” paparnya.

Meski pekerjanya adalah para penyandang cacat, usaha Titik tetap menomorsatukan kualitas. Ia mengaku tetap konsisten dalam melakukan seleksi penerimaan karyawan. ”Yang terpenting, saya lebih mencari sosok yang punya kemauan tinggi untuk melakukan banyak hal,” tutur pengusaha yang sudah mengekspor produknya sampai Virginia, Amerika ini. (nul/fi)

Berita Terkait