ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
06 Maret 2013, 19:03

Melalui passion, raih prestasi internasional

Oleh : Dadang ITS | | Source : -
Minatnya dalam  konversi bunyi ke energi listrik sangat besar. Ia telah berminat sejak lama. Imam terinspirasi dari kebisingan yang timbul oleh mesin kapal. Biasanya, orang lain merasa terusik dengan itu, tetapi tidak dengan pemuda satu ini. Ia berpikiran lain. Imam menyadari bahwa kebisingan ini pasti selalu ada. Di pikirannya, di situlah letak potensialnya  tersebut. “Andai saja kebisingan ini bisa dikonversi menjadi energi listrik, pasti listrik yang dihasilkan tidak habis-habis,” pikirnya.
Lantas, Imam berkeinginan untuk memanfaatkannya dengan mengubah frekuensi bunyi sebagai input menjadi energi listrik dan kemudian disimpan.  Tapi, untuk mencapai sejauh itu, perlu riset lanjutan. Riset ini butuh dana. Bagi seorang mahasiswa yang berada pada tahun pertama kuliah,solusinya yaitu hibah dana Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).
Berbarengan dengan itu, pemuda ini  sadar bahwa mimpinya ini sangat besar. Dibutuhkan  waktu yang tidak sebentar. Ia tidak bisa melakukan semuanya sendiri. Berdasarkan pemikiran itu, Imam  berniat untuk menemukan rekan yang sevisi dengannya. Dengan begitu, mereka bisa saling bekerjasama dan membentuk klub riset. Itu dilakukannya sambil mengikuti PKM.
Keikutsertaannya pertama kali di PKM, langsung menuai hasil. Ia berhasil menggondol medali di Pimnas 24 Makassar. Dengan demikian, Imam berhak mendapat hibah dana. Walaupun begitu, Imam belum puas. Hibah yang didapat masih kurang. 
Oleh sebab itu, mahasiswa Sistem Perkapalan (Siskal) ITS ini ikut lagi pada berbagai lomba. Marine Innovation and Technology Competition, Ethos for Indonesia, dan Higher Education Research diikutinya. Di sana Imam berhasil berprestasi. Di semua lomba riset yang diikuti, Imam  mengusung tema yang sama, Analysis of Batechsant (Battery Technology of sound Power Plant) Mikro-vibration Energy Degree and Reverberation in Ship Engine Room.  
Seiring berjalannya waktu, kekhawatirannya mengenai waktu riset yang lama mulai menghinggapi. Riset yang lama dan terus menerus, dan tidak kunjung menuai hasil membuat anggota klubnya jenuh. Tak pelak, timnya sering gonta-ganti personil. “Ada juga yang akhirnya keluar,” ucapnya sedih.
Ini membuat semangatnya turun-naik. Begitu juga ketika mengikuti International Conference Perhimpunan mahasiswa Indonesia di Thailand (Permitha) dahulu. Ia dinyatakan lolos seleksi paper. Namun, konferensi tersebut akhirnya batal diadakan. Kenyataan ini membuatnya down. 
Meskipun begitu pemuda jangkung ini tidak langsung patah arang. Jika saja bukan karena bayangan orang tua di benaknya, bisa saja saat itu ia langsung mutung. Ia telah bertekad sejak awal masuk kuliah untuk tidak mengecewakannya, dengan menjadi orang prestatif selama kuliah. “Itu bisa membahagiakan orang tua saya,” ucapnya. Hal itu membuatnya bangkit.
Terlepas dari itu, Imam masih memikirkan orang- orang didekatnya. Ia tidak mau orang sekitarnya menjadi patah semangat. Ia berimprovisasi dengan ikut lomba lagi. “Dengan cara itu, bisa menambah motivasiku dan rekan-rekanku,” paparnya. Lomba yang diikuti berikutnya adalah kompetisi Paper Presentation National Association of African American Studies di Amerika. Niat ini muncul dari keisengannya mencari info lomba di situs search engine. Tanpa pikir panjang, pemuda kalem ini mendaftarkan diri.
Ia menyiapkan segala berkas yang dibutuhkan untuk kompetisi tersebut. Paper presentasi, bahan praktikumnya, dan yang tidak kalah penting, biaya hidup dan perjalanan ke sana. “Konferensi itu tidak membiayai perjalanan dan biaya hidup peserta selama disana,” tukasnya.
Ia mencoba mencari sponsor dari pihak lain. Dari pihak jurusan dan perusahaan. Selang dua bulan sampai H-3 sebelum keberangkatan, masih belum ada yang mendanai. Barulah pada H-2 sebelum keberangkatan. Imam mendapat bantuan dari PT PAL. Upaya itu didukung langsung oleh Prof  Ir Eko Budi Djatmiko MsC PhD. “Bapak itu meminta langsung ke sana,” ucapnya haru
Terlepas dari itu, Imam buta soal Amerika. Ia belum pernah ke Amerika sebelumnya. Bahkan, Imam hanya sendiri berangkat kesana. Tahu bahwa nanti butuh bantuan setibanya disana, ia mengontak Perhimpunan Mahasiswa Amerika (Permias) jauh hari. “Sesaat sebelum tiba di Amerika,tempat konferensi, saya sempat khawatri apakah dijemput atau tidak sama pihak Permias,” ungkapnya cemas. Untung kekhawatirannya tidak terjadi.
Konferensi berlangsung seminggu, terhitung sejak 11 Februari kemarin. Total yang ikut konferensi tersebut adalah 277 peserta. Saat itu, Imam  presentasi paper pada Jum’at. Sehari kemudian, pemenang diumumkan. Ia berhasil meraih peringkat tiga dalam konferensi tersebut. 
Walau meraih penghargaan internasional tersebut, ia tidak lantas menjadi euforia. Di samping itu, ia sadar bahwa untuk melanjutkan riset ini butuh dukungan alat penelitian yang memadai. Ia beranggapan hal itu belum bisa didapatkan di dalam negeri. Oleh karena itu, Imam ingin melanjutkan risetnya ini keluar negeri. Tujuannya adalah Massachussets Institute of Techonology (MIT).
Ia mencari tahu informasi yang berkaitan dengan MIT. Dari jalur masuk, beasiswa yang tersedia, dan mahasiswa Indonesia yang berhasil melanjutkan studi di sana. Dalam pencariannya, ia tahu persiapan yang dibutuhkan untuk ke sana. “Untuk ke MIT, itu harus punya Test of English as a Foreign Language (TOEFL) bagus, Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mumpuni, punya rencana riset, dan punya klub riset,” paparnya. Klub riset sudah lama ia bentuk bersama temannya, english speaker sudah lama dilatihnya, dan risetnya sudah berjalan lama, sejak tahun pertama kuliah.
Jika riset yang ditanya, ia sudah punya. Risetnya ini bisa dibilang unik. Tidak banyak ilmuwan yang meneliti ini. Walau begitu, kenyataan ini sempat menyulitkannya. Soalnya, untuk konferensi di Amerika itu butuh data pembanding. Ia hanya dapat satu Professor yang meneliti bidang ini, Mei-Chi.
 
Berkaitan dengan riset ini, inovasi Imam sendiri punya kelebihan. ketika diujicoba dalam simulasi, rancangan bisa menghasilkan tegangan listrik lebih banyak dari rancangan serupa dari profesor  Mei-Chi. "Di simulasi itu, rancangan saya menghasilkan 2,7 volt,sedangkan  ia 2,34 volt,” ungkapnya optimis. 
Walau demikian, Imam tetap merendah. Ia tidak terlalu berambisi untuk masuk MIT. Pada akhirnya, Imam tetap berniat untuk terus melanjutkan penelitiannya bersama rekan rekannya, Usykur dan Bagus dari Fisika ITS 2011,serta Firdaus dan Satrio dari Sistem Perkapalan ITS 2010. “Saat ini, saya bersama rekan saya sedang mencoba merancang prototipenya.” Ceritanya. Imam ikhlas jika nanti takdirnya tidak mengantarkannya ke MIT. Yang terpenting baginya adalah risetnya ini harus berhasil menghasilkan sebuah pembangkit listrik tenaga bunyi. (nul)

Berita Terkait