Bisnis yang diusung Tyas merupakan bisnis produk sepatu bernuansa etnik batik bertajuk Klastik footwear. Produk ini memasukkan unsur budaya lokal Indonesia beraksen modern. Tindakan ini dilakukan untuk menyesuaikan prospek konsumen yang rata-rata adalah kalangan muda. Selain itu, produk footwear yang ditawarkan juga diberi nama yang erat sekali dengan nuansa nusantara seperti anjani tenun, telaga tenun, janita, dan kiara.
Tyas mengembangkan usaha ini dari dasar bersama ketiga rekannya, Alifta Ainin Qalbi, Irawan Ardiansyah, dan Firjaun Faris Fahmi. Semuanya berasal dari jurusan yang sama, Desain Produk Industri ITS 2008 kecuali Alifta yang angkatan 2010.
Selidik punya selidik, bisnis ini bukan ide yang luar biasa. Nyatanya, ide ini adalah proposal PKM yang tidak lolos Pimnas. Ia tergerak untuk mengembangkan ide ini setelah bisnis sebelumnya, Meralodist, sempat mejadi juara dalam Pimnas. ”Meralodist membuat aksesori kalung dari bahan bekas,” tandasnya. Kemudian Tyas melihat bahwa ide sepatunya tersebut sebenarnya punya prospek yang besar. Benar saja, kini bahkan bisnis Mawapres ITS 2012 ini telah menghasilkan omset Rp 20 juta per bulan.
Motivasi Tyas mengikuti kompetisi ini tak lain adalah untuk mencari pengalaman. Sebab, sebagai mahasiswi yang sudah berada di tahun terakhir, ia ingin menambah pengalaman menarik selama menjadi mahasiswa. Hal itu diperkuat dengan banyaknya pengusaha ITS yang telah sukses merupakan jebolan WMM.
Seperti Hetric Lamp milik Achmad Ferdiansyah, dan Coffee Toffee bisnis milik Odi Anindito. Ditambah lagi dengan banyaknya informasi yang beredar bahwa lebih baik mengikuti WMM ketika masih kuliah. ”Jika mengikuti WMM kategori umum, saingannya pasti sudah berat dan sudah lama berdiri,” terang Tyas.
Dalam rangkaian WMM, sebelum berangkat ke Jakarta, seleksi berlangsung di tingkat regional. Tahap yang berlangsung saat itu adalah visitasi. Pada tahap ini tim panitia menyurvei workshop dan tempat pemasaran, baru dilanjutkan dengan seleksi regional. Semua pebisnis satu regional Surabaya ditandingkan. ”Tahapan ini berlangsung lama, sampai berbulan bulan,” cetusnya.
Setelah berhasil menjuarai final regional, Tyas dan Alifta harus berangkat ke Jakarta. Di sana rangkaian kegiatan yang dijalankan berupa
bootcamp, workshop seminar, dan pameran usaha
expo. Even ini tentu saja menjadi ajang bagi Tyas untuk menambah kapabilitas.
”Di sana saya lebih mencari ilmu bisnis dan partner untuk brainstorm ide-ide dan inovasi baru,” sulut Tyas. Terbukti sepulang dari Jakarta, ia mendapat peluang bisnis baru dari sesama kompetitor dan alumni WMM sendiri. Bahkan ada pihak yang mau bekerjasama memfasilitasi pengiriman produknya ke negara-negara Asia Tenggara.
Selama kompetisi berlangsung, Tyas sempat minder. Ini tentu saja dirasakannya karena lawannya dari kota lain, banyak yang bagus. ”Terutama dari Bandung dan Yogjakarta, produknya bagus semua,” paparnya. Kondisi ini diperparah seiring dengan kenyataan bahwa bisnis lawannya banyak yang telah berjalan lebih lama dari bisnisnya. Rata-rata usaha mereka sudah berjalan dua tahun. Sementara, Klastik baru berjalan setahun lebih.
Walaupun begitu, dengan tetap percaya diri dan optimis, Tyas berusaha tetap berjuang dengan produk Klasik miliknya. Bahkan selama berkompetisi, ia seolah nothing to lose namun tetap berusaha dengan optimal. Didukung oleh orang-orang terdekat, Tyas akhirnya berhasil keluar menjuarai WMM 2012.
Sekarang ini, bisnis Tyas masih berjalan untuk kalangan wanita saja. Walau begitu, Tyas berencana untuk membuat model sepatu yang cocok bagi kalangan pria. Untuk rencana ke depan, ia akan mengembangkan bisnisnya ke suatu badan usaha dengan Tyas sebagai Chief Executive Officer (CEO). Serta tak lupa dibantu oleh berbagai tim seperti tim marketing yang dikepalai oleh Alifta dan tim branding oleh Firjaun Faris. ”Walau berasal dari PKM, saya tetap akan mengembangkannya,” tutupnya. (nul/fz)