ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
16 Februari 2013, 14:02

Berbagi Arsitektur dari Haiti dan MIT

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Seni itu tidak bisa dipisahkan dari teknologi, karena teknologi mendukung karya seni. Dan seni merupakan inspirasi terciptanya teknologi," ungkap Ridho dalam pemaparannya. Ia didapuk sebagai pembicara dalam acara berbagi pengalaman tentang dunia arsitektur ini.

Hal tersebutlah yang ia dapatkan ketika berkunjung ke Massachusetts Institute of Technology (MIT) khususnya ke School of Architecture and Planning (SA+P). Realita pembelajaran di sana yang membuat Ridho takjub adalah ketika ia melihat bahwa hubungan antara seni dan teknologi sangatlah dekat.

Terbukti dari adanya media laboratorium (lab) milik SA+P. Semula media laboratorium di sana digunakan untuk memfasilitasi jurusan yang bersangkutan. Namun, karena segala aktivitas yang begitu erat kaitannya dengan teknologi, media lab tersebut tidak hanya digunakan oleh SA+P, tetapi juga jurusan-jurusan lain. "Sehingga dari sana tercipta sebuah integrasi antara seni dan teknologi yang dapat melahirkan karya luar biasa," cetus lelaki kelahiran Lamongan ini.

Tapi di sisi lain, Ridho juga menyebutkan contoh kegagalan arsitektur yang hanya mengandalkan sisi seni tanpa memperhatikan teknologi. Salah satunya adalah pengalamannya bersama Prof Happy Ratna, dosen Arsitektur ITS, dalam membantu Prof Regan Potangaroa, Unitec, New Zealand, UNITEC New Zealand melalui International Federation of Red Cross (IFRC). Selama tiga bulan terhitung sejak September 2012, Ridho telah mampu menyelesaikan tujuh proyek terkait humanitarianisme sekaligus berhubungan dengan keilmuan arsitektur di Haiti.

”Haiti merupakan surganya pegunungan," ungkap Ridho dalam menggambarkan kondisi fisik Haiti. Morfologi permukaan tanah di Haiti tidak rata karena tempat tersebut merupakan daerah pegunungan. Sehingga untuk membuat bangunan di sana memerlukan diperhitungkan yang rumit. Baik dari segi teknik membangun maupun teknologi yang digunakannya.

Ridho juga menjelaskan tentang Haiti Vulnarable Architecture, yakni ‘ketidakberdayaan’ arsitektur yang ada di sana. "Saya akui sense of stair di sana sangat mengagumkan, namun untuk teknik membangun dan teknologinya masih sangat ngawur," tukasnya. Hal tersebut yang menurutnya menjadi penyebab banyaknya korban berjatuhan ketika Haiti mengalami bencana gempa bumi. Yakni struktur bangunan yang hanya mengindahkan seni tanpa dasar pemanfaatan teknologi dengan baik. "Jadi, seni akan jauh lebih baik ketika bisa berjalan beriringan dengan teknologi," simpulnya.

Dari berbagai pengalaman yang telah diperoleh, Ridho berharap ITS mampu mengikuti jejak MIT yang mampu mengintegrasikan antara seni dan teknologi. Salah satunya melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dengan menciptakan teknologi yang mendukung keindahan karya seni.

Lebih lanjut, ia juga mencetuskan harapan terhadap adanya interdisiplin ilmu antar di ITS. "Apalagi jika ITS bisa membuat media lab seperti yang ada di MIT, karena architecture adalah art and technology," Tandasnya. (oly/fz)

Berita Terkait