ISGC adalah buah pemikiran bersama Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) sebagai wujud kontribusi mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di luar negeri untuk Indonesia. ITS turut diundang bersama beberapa perguruan tinggi lainnya. Empat mahasiswa yakni, Dedy Nur Arifin, Yoga Widhia Pradhana, Lisana Shidqina, dan Sony Junianto pun bertolak ke Singapura menjadi perwakilan dari ITS.
Peserta ISGC adalah 30 orang mahasiswa, baik yang sedang kuliah di dalam maupun di luar negeri. Selain ITS, Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Negeri Padang, UIN Ibn Khaldun, dan UIN Bandung juga mengirimkan perwakilannya. Bersama seluruh pelajar dari perwakilan PPI masing-masing negara, mereka berdiskusi bersama terkait nasionalisme pemuda-pemudi Indonesia.
Acara sejenis conference ini menjadi sebuah ajang komunikasi mahasiswa Indonesia di berbagai negara untuk membahas isu-isu pelajar Indonesia di luar negeri. Salah satunya adalah brain drain yaitu sebuah kecenderungan bahwa kebanyakan mahasiswa yang kuliah di luar negeri tidak kembali ke Indonesia setelah lulus. ”Kebanyakan mereka bekerja di luar negeri, atau bahkan sampai menjadi warga negara lain,” pungkas Yoga, Menteri Sosial dan Politik BEM ITS yang turut serta dalam acara.
Dikatakan Yoga, terdapat tiga penyebab utama permasalahan tersebut. Yaitu regulasi yang rumit. Alasannya, perusahaan di Indonesia seringkali tidak menerima lulusan dari luar negeri karena berbagai pertimbangan. ”Bahkan mereka merasa seperti bola ping-pong yang terus menerus dilempar kemana-mana,” ungkap Yoga lagi.
Permasalahan kedua adalah ilmu yang mereka pelajari di luar negeri tidak ada bidangnya di Indonesia. Sehingga ketika ingin kembali ke Indonesia, negeri ini pun seolah belum siap dengan ilmu yang mereka bawa, baik dari sisi infrastruktur maupun sisi hukumnya. Selain itu, tidak adanya lapangan pekerjaan yang sesuai dengan ilmu yang telah didapatkan di bangku kuliah pun turut menjadi penyebab utama.
Menanggapi hal tersebut, Sony menceritakan bahwa kerap timbul kekhawatiran. Ketika Indonesia membutuhkan pemuda dalam jumlah besar untuk membangkitkan bangsa, tetapi pemuda Indonesia justru berada di luar negeri. ”Faktanya, jumlah pemuda Indonesia sangat besar. Sehingga bangsa asing membuka banyak peluang agar pemuda Indonesia pergi ke negaranya,” imbuh Sony.
Sementara itu, Lisana mengatakan bahwa ia menyukai sikap terbuka para anggota PPI dari berbagai belahan dunia tersebut selama diskusi. Mereka tergolong orang-orang yang peduli terhadap permasalahan orang indonesia yang belajar di luar negeri yang tidak kembali ke Indonesia lagi. Menariknya, beberapa di antara mereka juga termasuk golongan tersebut. tetapi mereka semua ingin ikut mengatasinya. ”Yang penting, di manapun orang indonesia itu berada, jangan sampai mereka kehilangan link dan tidak berkontribusi untuk negaranya sendiri,” tutur mahasiswa jurusan Arsitektur ini.
Meskipun belum mendapatkan konklusi yang jelas, menurut Dedy, minimal di antara mahasiswa di luar negeri dan di Indonesia telah terjalin komunikasi. Karena selama ini ada missing link antara kedua kubu mahasiswa tersebut. ”Setidaknya dari situ para mahasiswa dapat bertemu dan memperluas link,” ungkapnya.
Harapan bagi KM ITS
Sekarang ini peluang ke luar negeri semakin mudah, baik untuk belajar maupun kerja. Peluang tersebut merupakan hak masyarakat Indonesia Opsi untuk berada di luar negeri atau bahkan bekerja di negara orang sudah semakin biasa. Yang terpenting adalah kesadaran untuk tidak melupakan Indonesia. Justru, orang yang pergi ke luar negeri sebenarnya punya tanggung jawab lebih untuk negaranya, karena ilmunya lebih.
Menurut Lisana, sebaiknya mahasiswa yang berencana untuk belajar lagi di luar negeri, tidak hanya mempersiapkan untuk masa belajarnya itu, tapi juga untuk masa depannya. ”Apa yang akan dapat ia bawa kembali ke indonesia, itu juga perlu dipikirkan,” ujarnya.
Sony menambhakan jika ingin belajar di luar negeri, sebisa mungkin mencari ilmu dalam bidang yang ada di Indonesia. Ilmu yang dapat diterapkan di Indonesia. Sehingga sejak awal niatnya untuk pergi belajar ke luar negeri adalah memang untuk kembali ke Indonesia serta mengembangkan Indonesia. ”Semua itu tergantung niat dari individu masing-masing,” pungkas Menteri Riset dan Teknologi BEM ITS ini.
Ke depannya, Kemenhublu BEM ITS akan lebih fokus dalam mendukung internasionalisasi ITS. Dedy mengatakan kini BEM ITS akan berkoordinasi dengan International Office ITS untuk mensosialisasikan tentang ASEAN Community 2015 yang tinggal dua tahun lagi akan berlangsung. Sementara itu, Yoga mengungkapkan bahwa Kementrian Sosial Politik BEM ITS akan turut mengkaji permasalahan internasional ini lebih dalam lagi, khususnya brain drain. (fin/ran)
Mojokerto, ITS News – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menunjukkan komitmennya dalam mendukung pemberdayaan masyarakat melalui inovasi teknologi
Kampus ITS, ITS News — Guna mendukung gaya hidup sehat yang lebih intens, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) resmi
Kampus ITS, ITS News – Retinopati Diabetik merupakan komplikasi diabetes yang berisiko tinggi menyebabkan kebutaan permanen jika terlambat ditangani
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mendukung penguatan kolaborasi akademik nasional melalui terpilihnya Prof Dr