Pada tahun 1970 hingga tahun 2000, program Keluarga Berencana (KB) telah mampu menurunkan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia secara bertahap. ”Yang mengejutkan, justru tahun 2000 hingga tahun 2010 laju pertumbuhan penduduk di Jawa Timur mulai menunjukkan tanda-tanda peningkatan,” terang pria yang akrab disapa Humphrey ini.
Sebenarnya besarnya laju pertumbuhan penduduk bisa menjadi aset bagi bangsa Indonesia. Misalnya saja kemunculan fenomena bonus demografi yang hanya terjadi satu kali dalam satu generasi. Fenomena ini terjadi ketika jumlah masyarakat usia produktif menempati jumlah terbanyak dalam piramida penduduk. Namun hal ini justru menjadi bencana apabila tidak mampu diolah dengan benar. ”Negara kita kadang masih telat mikir, kalau sudah ketahuan dampaknya baru punya inisiatif ambil tindakan,” pungkas pria asal Surabaya ini.
Jumlah penduduk yang besar memerlukan kesiapan infrastuktur, lapangan pekerjaan dan pemukiman untuk menunjang kesejahteraan. Akibat yang bisa dirasakan dari peningkatan laju pertumbuhan penduduk adalah timbulnya banjir, penggundulan hutan, dan sampah. Selain itu, jika tidak ada program penanganan khusus, hal ini tentu akan berdampak pada penurunan kualitas penduduk dan indeks pembangunan manusia (IPM).
Kresnayana Yahya MSc memperkuat pendapat Humphrey dengan memaparkan data yang berkaitan dengan kependudukan di Indonesia. Menurut dosen jurusan statistika ITS ini, idelanya bertambahnya laju pertumbuhan penduduk harus diikuti dengan fasilitas yang menunjang kesejahtaraan. ”Saat ini hanya ada 1 dokter yang bertugas untuk 10 ribu masyarakat, sementara jumlah lulusan SD masih mendominasi dibandingkan lulusan perguruan tinggi yang hanya 5,3 persen,” tandas Kresnayana.
Pembangunan yang berwawasan kependudukan merupakan solusi untuk meminimalisir dampak negatif dari ledakan penduduk. Sementara itu, Humphrey mengajak ITS untuk bekerja sama mengantisipasi dampak buruk dari ledakan penduduk. Humphrey menawarkan bantuan dana untuk penulisan skripsi yang mengangkat masalah kependudukan.
Bantuan sebesar 2,5 juta rupiah disediakan masing-masing untuk 22 orang mahasiswa S1. Sementara setiap mahasiswa S2 yang melakukan penelitian di bidang yang sama akan mendapatkan bantuan senilai 4,5 rupiah juta yang tersedia untuk 8 orang mahasiswa. ”Dana akan diberikan 50% di awal, sementara sisanya akan diberikan setelah penelitian itu selesai,” kata Humphrey.
Acara ini diselenggarakan untuk membuka wawasan mahasiswa sebelum mengawali kuliah semester genap. Ketua laboratorium Statistika Sosial dan Pemerintahan, Prof Dr I Nyoman Budiantara berharap dari diskusi ini timbul ide-ide tentang riset yang berkaitan dengan kependudukan. (anl)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan terhadap riset energi bersih, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menerima kunjungan
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung