Analisa pembangunan di Indonesia tidak cukup diukur dari tingginya nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Distribusi PDRB saat ini disinyalir tidak merata, menandakan hasil dari pembangunan hanya dinikmati oleh segelintir masyarakat saja. ”Ibaratkan saja PDRB seperti potongan kue, jika pembagiannya tidak menjangkau sebagian besar masyarakat nantinya terjadi ketidakadilan sosial,” ungkap Chaerul yang kini menjabat sebagai komisaris Bank Jatim.
Lanjut Chaerul, kesejahteraan masyarakat memiliki keterkaitan yang erat dengan industri konstruksi serta infrastruktur ekonomi. Misalnya saja, perwujudan kesejahteraan salah satunya bisa dicapai dengan memberikan sarana dan prasarana yang memadai untuk masyarakat. ”Sekitar 25 persen harga akhir produk pertanian itu ditunjang oleh sarana transportasi, kalau transportasinya jelek harga bisa lebih mahal, sementara masyarakat tidak dapat menjangkau,” kata Chaerul.
Pernyataan Chaerul memberi alasan khusus bahwa infrastruktur mutlak diperlukan untuk mendukung kegiatan ekonomi. Apabila infrastruktur berkembang, diharapkan akan ada peningkatan produktifitas di berbagai bidang. Peningkatan dalam bidang ekonomi pun bisa dihasilkan. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan pengembangan industri konstruksi serta peraturan perundang-undangan yang mendukung.
Jasa Konstruksi Belum Siap
Pembahasan seputar isu strategis terkait kebijakan dunia konstruksi disampaikan langsung oleh Dr Ir Putut Marhayadi sebagai pengurus Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Nasional. Putut menyatakan bahwa jasa konstruksi (Jakon) juga berfungsi sebagai tulang punggung pengembangan infrastruktur nasional. ”Indonesia menjadi salah satu negara dengan perkembangan infrastruktur yang cepat,” ungkapnya.
Namun sayangnya, hanya ada satu persen penyedia jasa konstruksi yang masuk dalam kualifikasi besar dari total 182.800 penyedia jasa kontraktor. ”Sisanya sekitar 12 persen, dan 88 persen kontraktor masuk dalam kualifikasi menengah dan kecil,” terang Putut yang kini menjadi bagian dalam Kementrian Keuangan.
Kondisi ini memberi indikasi bahwa penyedia jasa konstruksi di Indonesia ternyata belum siap untuk mendukung pembangunan infrastruktur. Angka tersebut belum termasuk minimnya penyedia jasa konsultasi yang hanya menempati kisaran angka tujuh persen. ”Akibatnya banyak terjadi impor jakon, jadilah kita penonton di negeri sendiri,” tandas Putut.
Mengatasi problematika ini diperlukan terobosan baru yang mampu mendukung pelaksanaan MP3EI. Misalnya saja dengan mengusahakan peningkatan jumlah tenaga ahli bersertifikat serta membuat peraturan yang mampu mendorong perkembangan jakon di Indonesia. Karena hingga saat ini hanya ada 2,03 persen tenaga ahli bersertifikat dan 3,7 persen tenaga ahli terlatih. ”Perlu effort yang luar biasa untuk meningkatkan angka tersebut,” kata Putut.
Ketua penyelenggara Tri Joko Wahyu Adi ST MT PhD menyatakan MP3EI ini dapat memacu pertumbuhan ekonomi karena mendukung perkembangan sektor industri konstruksi di Indonesia. Perkembangan sektor tersebut tentunya membutuhkan kesatuan sudut pandang serta keselarasan pemikiran dan ide.”Dengan seminar ini saya berharap dapat memfasilitasi ide dan gagasan dari mahasiswa, akademisi, praktisi, konsultan dan khalayak untuk pengembangan industri konstruksi,” terang Tri Joko. (anl/lis)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
Kampus ITS, ITS News — Guna meneguhkan komitmen sebagai World Class University (WCU), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menyiapkan