ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
22 Januari 2013, 01:01

Problematika Subsidi Energi: Tidak Tepat Sasaran

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Subsidi energi menjadi polemik bangsa Indonesia yang kini menjadi bahan pembicaraan media manapun. Menurut Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) yang dalam hal ini diwakilkan oleh Staf Ahli Kementerian, Dr Hadi Purnomo, tahun ini subsidi khusus untuk energi telah diminimalisir. ”Untuk tahun ini, dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dialokasikan dana sebesar 272,4 triliun rupiah,” terangnya.

Menurutnya, hanya kebijakan tarif energi itu sendiri yang kini menjaga agar subsidi tetap terkendali. Meskipun pada dasarnya, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi selalu membutuhkan energi. ”Namun sampai saat ini, penggunaan energi terbarukan masih sedikit sekali,” tuturnya. Sehingga, pemerintah sedang membangun infrastruktur gas bumi yang cenderung lebih sustainable untuk mengatasi masalah tersebut.

Sementara itu, dari sisi kebijakan penganggaran di sektor subsidi energi yang dalam hal ini menyangkut dana APBN, Ir Satya Widya Yudha M Sc, Anggota Komisi VII DPR RI menyayangkan sesuatu. Bahwa kebanyakan akademisi tidak paham dengan politik anggaran Indonesia dalam subsidi energi.

Dijelaskannya, di antara Undang-Undang (UU) apapun dalam pemerintahan, UU APBN termasuk yang sangat detail, baik dari kerangka maupun nominalnya. ”Misalnya, apabila melihat pendapatannya, Minyak dan Gas (Migas) disertai pajaknya hanya mencapai 300 triliun rupiah,” ujarnya.

Sehingga, sebagian besar pendapatan Migas habis hanya untuk subsidi energi yang saat ini dinilai tidak tepat sasaran. Namun, paradigma yang saat ini ada di masyarakat Indonesia adalah subsidi merupakan hak rakyat.

Menurutnya, ketika subsidi dikurangi, warga negara merasa terambil haknya oleh pemerintah. Padahal yang dipikirkan oleh pemerintah adalah bagaimana mengurangi subsidi, lalu dialokasikan untuk menggerakkan perekonomian negara. ”Alokasi dana tersebut yang kemudian diterapkan sebaik-baiknya dan tepat sasaran,” ungkapnya.

Ia pun menuturkan, adanya kesalahan dalam postur APBN. "Banyak yang terkunci, tak bisa diubah, dan menyebabkan pembangunan terhambat,” lanjutnya menyayangkan. Sebab, belanja APBN untuk subsidi energi mencapai Rp 272,4 triliun hanya untuk energi. Sementara anggaran untuk belanja modal hanya Rp 216,1 triliun. Menurut alumni ITS ini, normalnya anggaran modal lebih besar ketimbang anggaran untuk subsidi energi. Bukan malah sebaliknya.

Prof Bambang Brodjonegoro PhD, Kepala Badan Kebijakan Fiskal pun menyatakan hal senada. Ditinjau dari segi ekonomi, saat ini neraca berjalan Negara Indonesia tengah devisit. Karena impor lebih besar daripada ekspor. Hal tersebut terjadi karena dua hal, yakni tren impor bahan modal serta impor Migas. Akibatnya, keadaan ekonomi negara dalam keadaan waspada. "Subsidi energi akan terus mengganggu karena sebagian APBN mengarah ke sana, kini APBN terancam," tegasnya. (fin/esy)

Berita Terkait