ITS News

Rabu, 29 Mei 2024
01 Januari 2013, 20:01

Sri Fatmawati, Wakil Asia Pasifik untuk L’oreal-UNESCO Award

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Di University of Sorbonne, Fatma dianugerahi L’oreal-UNESCO for Young Women in Science International Fellowships Award 2013. Dalam usia 32 tahun itu, ia menjadi satu dari tiga perempuan peneliti berusia muda yang mewakili wilayah Asia Pasifik. Tak berjalan instan, sebelumnya ibu dua anak ini harus bersaing dengan ratusan laureate Asia Pasifik lainnya.

“Saya pernah mengajukan proposal penelitian di tahun 2012, tidak diterima, tapi saya senang,” katanya dengan tawa. Tak bergurau, Fatma memang mensyukuri kegagalannya di tahun lalu dengan usaha di tahun berikutnya. Karena baginya tidak ada kegagalan, yang ada adalah hikmah belum menang dan harus berusaha lebih baik. Akhirnya, penelitian mengenai spons yang mengantarkannya ke Paris tahun ini.

Dosen bidang kimia bahan alam ini menemukan bahwa spons memiliki senyawa dan berpeluang menjadi anti kanker dan anti Alzheimer. Indonesia pun memiliki beberapa peneliti di bidang spons. Meski begitu, wanita asal Sampang, Madura ini tak bisa menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai penemuan prospektif ini akan menjadi produk komersial.

Gagasan penelitian ini berawal dari sebuah konferensi di Jordania. Waktu itu, Fatma yang sedang menyelesaikan pendidikan doktornya merasa tertarik dengan objek presentasi dari seorang profesor asal Perancis.

“Sebenarnya ini masih baru bagi saya, tapi saya tertarik pada spons juga karena ITS berpotensi di bidang kelautan,” ia menambahkan. Sejak itulah, jatuh dan bangun mulai dijalani wanita kelahiran 3 November 1980 ini. Beberapa profesor pernah dihubunginya, beberapa pula tak bisa menerima pengajuan proposalnya.

Tak hanya itu, Fatma harus tetap menjalankan perannya sebagai Ibu dan perempuan. “Saya sempat mau tidak jadi daftar, merasa lelah karena baru melahirkan, tapi akhirnya tetap menulis proposal sambil gendong anak saya yang masih bayi,” cerita penggemar memasak ini. Baginya, peneliti tak hanya harus berkutat dengan penelitian. Sebagai perempuan, ia pun memiliki tantangan untuk tetap menjalankan peran sebagai seorang istri dan seorang ibu.

Untuk itu, salah satu kegemarannya dalam mengutak-atik senyawa biasanya dilakukan di malam hari. Semenjak menjadi dosen pada tahun 2002, alumni Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan (FMIPA) ITS ini menggemari tantangan dalam bidang kimia. Meski katanya, menjadi seorang peneliti tak pernah masuk daftar cita-citanya.

“Saya ingat masa kecil sewaktu sering dipaksa minum jamu sama Ibu,” tutur Fatma menyambung cerita. Fatma kecil yang sering bertanya manfaat jamu yang diminumnya, hingga kini dapat menjawab sendiri dengan kegemaran utak-atik senyawa itu.

Setelah menyelesaikan penerimaan penghargaan di Paris, Fatma yang juga penerima Faculty For The Future Award dari Schlumberger Foundation tahun lalu, masih melanjutkan kerjasama penelitiannya di Jepang. Tak hanya mengumpulkan ilmu, kecintaannya pada sains pun membawanya berkeliling negara. “Saya bangga jadi orang MIPA,” ucap alumni angkatan 1998 ini dengan gembira. (set)

Berita Terkait